"Dalam kehidupan bernegara di mana pun, selalu ada benturan diantara dua kubu, terutama kaum ekstrem di masing-masing kubu. Mudah-mudahan kita semua di ruangan ini memiliki pemikiran jernih dan rasional bahwa perubahan tidak ditabukan, sepanjang memiliki kepentingan dan urgensi untuk kebaikan," ujar SBY.
Hal itu dikatakan dalam pidatonya di Forum Kebangsaan bertema 'Menggagas Kembali Haluan Bangsa Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka' yang digelar di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ide perubahan hampir pasti ada penolakan, hambatan, namun kalau bangsa sepakat lakukan pembaharuan dan perubahan, tidak boleh gentar meski ada elemen yang tidak setuju atau melawan," imbuhnya.
Menurut SBY, bangsa Indonesia harus bisa belajar dari pengalaman sejarah. Indonesia sejak berdiri pada 1945 telah mengalami perubahan dramatis dimana perubahan itu ditebus dengan korban dan harga yang tinggi.
SBY mencontohkan, setelah 20 tahun merdeka, pada 1965-1966 terjadi krisis lalu terjadi perubahan dramatis dan fundamental. Pada 1998-1999, terjadi lagi perubahan besar, disertai krisis dan goncangan.
"Kita tidak boleh halangi terjadinya hukum alam, bahwa perubahan perlu senantiasa dilakukan. Anggap sistem dan kerangka negara yang dianut dalam periode tertentu sudah baik, sudah tepat, harus dipertahankan, jangan diganggu, menurut saya mengingkari hukum alam dan hukum sejarah," paparnya.
Bangsa yang cerdas dan bijak, lanjut SBY, selalu melakukan evaluasi dan refleksi, untuk secara sadar melakukan perbaikan dan perubahan.
"Jika kita semua sepakat perlu ada perubahan, maka perubahan perlu direncanakan dan dipersiapkan. Mari kita letakkan dalam kerangka pemikiran seperti itu," tutupnya.
(mpr/mok)