Ini 12 Noda Hitam Pemberantasan Korupsi di Tahun 2013

Ini 12 Noda Hitam Pemberantasan Korupsi di Tahun 2013

- detikNews
Minggu, 08 Des 2013 14:17 WIB
Jakarta - Jelang akhir tahun 2013, masih ada saja noda noda hitam dalam pemberantasan korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan YLBHI menyebut 12 masalah yang masih menjadi momok antikorupsi.

Uang penganti korupsi sebesar Rp 12.7 triliun masih menunggak dan belum dieksekusi, termasuk soal koruptor yang masih mendapatkan remisi.

Berikut masalah masalah tersebut, Minggu yang dilansir ICW dan YLBHI Minggu,(8/12/2013):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Vonis Bebas terhadap Sudjiono Timan, Buronan Terpidana Korupsi

Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013 mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali terhadap Sudjiono Timan, mantan Direktur Utama PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan menjadi buronan dalam perkara korupsi BPUI yang merugikan uang negara senilai Rp 369,4 miliar dan USD 178,9 juta . Putusan perkara ini membatalkan putusan kasasi yang menghukum Sudjiono 15 tahun penjara. Dalam vonis PK ini, Hakim Agung Sri Murwahyuni menolak putusan itu dengan mengajukan dissenting opinion.

2. Koruptor masih dapat Remisi

Meskipun sudah ada PP 99/2012 tentang pembatasan remisi bagi narapidana korupsi, terorisme, dan narkoba, namun faktanya sejumlah koruptor kakap masih bisa mendapatkan remisi dan kemungkinan keluar lebih cepat dari ditentukan oleh hakim. Hal ini terjadi karena Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin telah mengeluarkan surat edaran (Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tertanggal 13 Juli 2013) yang menyatakan bahwa PP No 99/2012 berlaku untuk napi yang putusannya berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 12 November 2012. Surat Edaran ini dapat dinilai sebagai upaya kompromi dan belas kasihan kepada koruptor dan jauh dari semangat pemberantasan korupsi.

3. Kasus korupsi kakap kakap belum tuntas

Hingga menjelang akhir tahun 2013, sejumlah kasus korupsi kelas kakap seperti bailout Bank Century, cek pelawat pemilihan deputi Gibernur Bank Indonesia, dan proyek Hambalang belum berhasil menuntaskan hingga aktor utamanya meski sejumlah pelaku sudah diadili dan dijebloskan ke penjara. Kasus korupsi dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dan rekening gendut jenderal polisi bahkan tidak tersentuh di tahun 2013.

4. Kasus perdata terhadap mantan Presiden Soeharto

Sama seperti kasus pidana, upaya menjerat mantan Presiden Soeharto juga belum membuahkan hasil. Pada tahun 2010 Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp3,17 triliun. Meski diputus MA pada tahun 2010, namun Kejaksaan Agung baru menerimanya tahun 2013. Sayangnya proses eksekusi terhadap putusan tersebut juga belum dilaksanakan. Bahkan Kejaksaan berniat mengajukan Peninjauan Kembali karena alasan salah ketik dalam putusan MA.

Selain Yayasan Supersemar pihak kejaksaan agung juga belum melakukan proses hukum perdata terhadap 6 (enam) yayasan milik Soeharto lainnya lain yaitu, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharmais, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora yang juga merugikan keuangan negara hingga triliuan rupiah.

5. 40 Koruptor masih buron dan belum dieksekusi

Per 16 Oktober 2013, dalam catatan ICW masih ada sedikitnya 40 koruptor yang buron didalam dan diluar negeri atau belum ditangkap oleh Kejaksaan meskipun sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Selain itu beberapa putusan dalam perkara korupsi meskipun sudah divonis ditingkat kasasi namun hingga saat ini pelakunya belum di eksekusi oleh Kejaksaan dan dijebloskan ke penjara. Salah satu kasusnya adalah I Gede Winasa, mantan Bupati Jembrana yang telah divonis 2,6 tahun penjara oleh MA pada bulan 26 Juni 2013, namun hingga kini belum juga dieksekusi oleh jajaran Kejaksaan Tinggi Bali. Kasus serupa juga terjadi dalam kasus korupsi APBD Gate 2004 di Cirebon, meski MA pada tahun 2013 lalu telah menolak kasasi 21 terdakwa mantan anggota DPRD Kota Cirebon tahun 1999-2004 namun pihak Kejaksaan Negeri Cirebon belum juga melakukan eksekusi.

6. Tunggakan uang pengganti sebesar Rp 12,7 triliun belum di eksekusi

Laporan Hasil Pemeriksaan Auditorat Utama Keuangan Negara I Di Jakarta (Nomor : 57/Hp/Xiv/07/2013 Tanggal : 2 Juli 2013) Tentang Piutang Kejaksaan RI Posisi Per 30 Juni 2012 Pada Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Dan Kejaksaan Negeri Di DKI Jakarta Dan Jawa Barat pada intinya menyebutkan Kejaksaan masih punya piutang atau belum melakukan eksekusi uang pengganti dalam perkara korupsi sebesar Rp 12.761.269.954.983,50 dan USD 290.408.669,77.

7. Ketua MK menjadi tersangka kasus korupsi

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi dan diharapkan menjadi salah satu lembaga yang berperan dalam upaya pemberantasan korupsi justru tersandung kasus korupsi di tahun 2013. Tidak tanggung-tanggung, Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap oleh KPK pada bulan Oktober 2013 lalu karena menerima suap daam Pilkada di Kabupaten Gunungmas dan Kabupaten Lebak. Selain suap Akil juga ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang yang berasal dari korupsi.

8. Indonesia masih tergolong negara terkorup di dunia

 Tanggal 3 Desember 2013 lalu Tranparency International melansir Corruption Perception Index (CPI) terhadap 177 negara di dunia. Nilai CPI dipresentasikan dalam bentuk skor dengan rentang 0-100. 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih. Nilai CPI Indonesia pada tahun 2013 sama dengan 2012 yaitu 32. Pada 2012 Indonesia berada di peringkat 118 dari 176 negara, sedangkan di tahun 2013, peringkat Indonesia turun menjadi 114 dari 177 negara.

9. Koruptor masih dapat dana pensiun seumur hidup

Meskipun telah diputuskan bersalah dalam kasus korupsi dan menjalani pidana sebagai koruptor, sejumlah mantan Anggota DPR tetap dapat menerima dana Pensiun seumur hidup. Beberapa anggota DPR terpidana korupsi misalnya, Panda Nababan dari Fraksi PDIP yang menjadi terpidana kasus cek pelawat, Arsyad Syam dari Fraksi Demokrat yang menjadi terpidana kasus proyek pengadaan PLTD Sungai Bahar Jambi tahun 2004, Wa Ode Nurhayati dari Fraksi PAN yang menjadi terpidana kasus dana penyesuaian infrastruktur daerah, dan Muhammad Nazarudin dari Fraksi Demokrat yang menjadi terpidana kasus Wima Atlet.

Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Selain itu, uang pensiun itu juga diberikan kepada anggota Dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Sementara untuk gaji pokok anggota DPR sendiri bervariasi, dengan nilai minimal Rp 4,2 juta.

Selain anggota dewan, mantan kepala daerah yang tersandung kasus korupsi juga tetap menerima dana pensiun selama akhir hayatnya.

10. Mantan terpidana korupsi jadi pejabat publik

Selain menerima dana pensiun, Koruptor di Indonesia ternyata masih bisa menjabat sebagai pejabat publik di Indonesia. Contoh ini terjadi di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Muhammad Syukur,Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar adalah mantan terpidana korupsi yang telah dihukum 4 tahun penjara oleh MA pada tanggal 19 Agustus 2009.

Masih menjabatnya M Syukur sebagai pejabat ini bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 yang intinya meminta kepada semua Gubernur dan Bupati/Walikota tidak mengangkat mantan terpidana kasus korupsi menduduki jabatan struktural. Sayangnya Mendagri tidak mengambil tindakan terhadap Jefri Noer, Bupati Kampar yang tetap mempertahankan M. Syukur sebagai Kepala Dinas Kehutanan.

11. Masih muncul upaya pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi

Setelah gagal memangkas kewenangan KPK lewat Revisi UU KPK, DPR diam-diam kembali berupaya melemahkan—bahkan dapat dikatakan berupaya “membunuh” KPK lewatRevisi Undang-Undang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan Revisi Kitab Hukum Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Secara subtansial, terdapat 9 ketentuan dalam RUU KUHAP yang berpotensi “membunuh” KPK dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah kewenangan luar biasa bagi Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) untuk lanjut atau tidaknya penuntutan, penyitaan dan penyadapan dalam suatu proses pidana (termasuk kasus korupsi) serta menangguhkan penahanan tersangka atau terdakwa, dengan jaminan uang atau orang. Selain itu putusan bebas di Pengadilan tingkat pertama juga tidak dapat diajukan kasasi.

Selain itu ada upaya untuk mengganti RUU Tipikor (UU No 31 Tahun 1999 jo UU no 20 Tahun 2001) dengan tetap memasukkan delik pidana tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP. Ancaman pidana penjara dan denda dalam RUU KUHP lebih ringan dari UU Tipikor saat ini.

12. Revisi UU Tipikor tidak dibahas atau jadi prioritas oleh Pemerintah dan DPR

Tanggal 9 Desember 2003 yang lalu tepatnya di Merida, Meksiko, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Korupsi (United Nation Convenstion Against Coruption-UNCAC). Indonesia sendiri baru meratifikasi UNCAC pada tahun 2006 dengan diundangkannya dengan Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2006. Konsekuensinya UU Tipikor yang saat ini berlaku ( UU 31 Tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001) perlu dicabut dan diganti dengan UU baru yang sesuai dengan Ketentuan UNCAC.

Namun hingga saat ini implementasi UNCAC masih jauh dari yang diharapkan karena pemerintah dan DPR belum juga menyelesaikan RUU Tipikor meskipun disepakati masuk dalam Program Legislasi Nasional sejak tahun 2009 lalu. DPR dan Pemerintah terkesan tidak menilai Revisi UU Tipikor menjadi penting, dampaknya banyak koruptor kakap yang masih lolos dan Indonesia masih tergolong negara terkorup versi Transparency International.

(fiq/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads