Dari 30 finalis yang mengikuti pameran pada 14-15 November, ada beberapa yang berhasil dikontak detikcom. Mereka bersedia menyampaikan hasil temuan, termasuk foto-foto alatnya.
Berikut hasil temuan mereka:
Gelang Anti Culik
|
Cara kerja alat itu adalah menggunakan dua gelang. Satu dikenakan oleh orang tua, satu lagi dipakai anak. Di dalam gelang itu terdapat komponen radio Tx Rx yang proses kerjanya hampir sama dengan bluetooth namun tidak perlu pairing, sehingga dalam penggunaannya tidak membutuhkan waktu lama.
Radio Tx RX itu menggunakan sensor jarak yang sudah diprogram dan diberi chip untuk menghidupkan alarm. Intinya, dalam jarak tertentu, gelang itu akan berbunyi cukup nyaring sehingga anak yang terpisah bisa kembali terlacak.
"Kalau berdekatan tidak akan bunyi, kalau udah di luar jangkauan keduanya akan menghasilkan bunyi. Misalnya tiga meter ada bunyi titt keras, kalau semakin jauh, bunyinya semakin intensif," jelas Tri.
Alat ini masih butuh banyak pengembangan. Ke depan, dua peneliti muda ini ingin membuat gelang yang lebih trendi dan cocok dengan anak-anak. Lalu, bakal ada GPS kecil yang disisipkan di dalamnya.
Butuh dana Rp 1 juta untuk membuat prototipe sepasang gelang ini. Bila suatu hari dipasarkan, kedua siswa ini berharap bisa ditekan harganya jadi lebih murah.
Alat Gendong Multifungsi
dok.pribadi
|
"Ini alatnya multifungsi, bisa untuk gendong bayi di depan sama di samping. Juga bisa dibuat penuntun bayi dan juga jadi tas perlengkapan bayi," papar Diah saat berbincang dengan detikcom.
Diah menjelaskan alat ciptaannya sebenarnya cukup sederhana, bahan utama pembuatan alat ini didasarkan pada alat gendong bayi yang sudah beredar di pasaran. Namun alat itu dimodifikasi sehingga bisa menjalankan fungsi-fungsi yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan sedikit mengutak-atik Baby Walked, ibu bisa mengubah gendongan bayi menjadi alat bantu berjalan. Diutak-atik sedikit lagi, alat itu juga bisa menjadi tas perlengkapan bayi. Praktis!
Diah dan Ainuz hanya merogoh kocek sekitar Rp 50 ribu rupiah untuk membuat alat ini. Memang alatnya terlihat sederhana, namun idenya belum tentu terpikirkan oleh orang lain.
iBlind untuk Bantu Tunanetra
|
"Awalnya saya bikin ini karena ada tetangga yang dia suka minta tolong bantu untuk bacain SMS dan belesin," kata Hanif.
Lalu, Hanif pun tergerak untuk membuat alat yang bisa membantu tetangganya tersebut. Sebuah mekanisme yang bisa mengubah teks digital jadi sebuah kode braile.
Meski masih terbilang sederhana, temuan Hanif ini patut diacungi jempol. Sebab bisa jadi sebuah awal dari temuan alat yang lebih canggih. Saat ini, Hanif baru membuat prototipe dalam bentuk 'tablet'.
"Biasanya kan kalau braile huruf timbul, ini saya ganti pakai lampu. Misalnya saya susun enam lampu, kalau huruf A, satu lampu yang nyala," jelas siswa kelas XII ini.
Pembuka Galon Praktis
|
Meski terdengar sederhana, namun alat yang mereka ciptakan sangat berguna. Beberapa orang sudah memesan secara khusus pembuka tutup galon itu, bahkan ada yang dari luar Jawa.
"Dulu kan lihat orang tua saya kalau buka galon itu kesulitan, lalu saya bicara sama Bening, kita rundingkan baru kepikiran alat ini," kata Dimas.
Keduanya lalu membuat desain alat tersebut. Awalnya mereka melihat cara kerja tang. Kemudian direka sebuah gambar alat yang bisa memutar penutup galon hingga terbuka.
Untuk prototipe, Dimas dan Bening menggunakan bahan dasar besi. Setelah alat-alatnya terkumpul, lalu mereka menyambungkannya ke tukang las.
Dalam waktu dekat, alat ini akan dipatenkan. Tidak menutup kemungkinan, bakal segera beredar di pasaran hasil kreasi dua anak muda hebat ini.
Remote yang Bisa Dipanggil
|
Remote terlacak ini berupa remote yang dimodifikasi dengan alarm. Tombol alarmnya bisa dipasang di lokasi terjangkau. Sehingga jika remote hilang, pemilik hanya perlu menekan tombol tersebut dan alarm yang tertempel di remote akan berbunyi.
"Jadi di remotenya ditambahin alarm. Seperti bel rumah, ada 30-an pilihan lagu," ujar Arina.
Untuk merakit remote terlacak ini, keduanya hanya membutuhkan waktu 4 hari. Siswi kelas 3 SMP Negeri 1 Semarang ini mengatakan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membuat remote ini adalah Rp 200 ribu.
Meski begitu, Arina mengaku masih belum puas dengan remote ciptaannya. Sebab, pemasangan alarm di remote menguras energi sehingga batre remote menjadi boros.
Gadis yang bercita-cita menjadi astronot ini berharap nantinya dia bisa menciptakan alarm yang lebih kecil. Sehingga alarm ini bisa dipasang di barang-barang yang berpotensi hilang seperti kunci atau telepon genggam.
Panci Pintar
|
Pembuatan panci ini dilatarbelakangi oleh suasana di dalam rumah ketika sang ibu memasak air. Dia kerap melihat air itu ditinggal saat ada tamu. Ternyata, setelah dicek kembali, air sudah menguap atau bahkan habis.
Karena itu, dia kemudian terpikir membuat sebuah alat yang bisa mendeteksi kematangan sebuah masakan. Terutama dari suhunya.
Ada dua rangkaian alat. Rangkaian yang berada di panci berfungsi sebagai pengirim sinyal. Terdapat sensor khusus tahan panas yang akan mengabarkan kepada alat yang dibawa oleh pemilik rumah bila masakan mencapai suhu tertentu. Di alat penerima itu ada kode khusus berupa lampu dan alarm.
"Misalnya kalau suhu sudah 30 derajat celcius warnanya hijau, 70 derajat kuning dan 90 derajat merah. Tapi suhunya bisa diubah-ubah," terang Nara.
Menurut Nara, rangkaian receiver itu bisa dibawa ke mana-mana karena bentuknya kecil. Sementara transmitter dipasang di atas panci.
Ke depan, Nara masih akan mengembangkan temuan ini. Dia sedang meneliti kemungkinan ada rangkaian yang bisa langsung tersambung dengan listrik sehingga kompor bisa dimatikan dari jarak jauh.
Candle Forever
|
Dwi merupakan siswi SMK Boedi Oetomo 2 Gandrungmangu, Cilacap. Dia menggandeng Retno Arfianti (15) untuk membuat lilin tersebut. Dwi membuat alat candle forever dari kaleng bekas, kawat besar, kawat kecil, triplek, cat, paralon bekas dan alumunium foil.
"Konsepnya lilin daur ulang. Kita membuat alat candle forever selama 1 jam," ujar Dwi.
Lilin warna putih yang dibelinya di warung yang sudah meleleh dihubungkan dengan alat tersebut. Lilin diletakkan di sebuah keranjang dan dihubungkan ke kawat kecil. Fungsi kawat kecil sebagai tempat meneteskan lelehan lilin ke dalam paralon.
Seiring berjalannya waktu lilin akan meleleh dan habis serta menetes melewati paralon yang dilapisi aluminium foil. Kemudian dibuka dan lelehan lilin dicetak menjadi lilin utuh dan jangan lupa lilin diberi sumbu terlebih dulu.
"Lilin daur ulang ini bisa dipakai 3 kali," tutur siswi kelas XI jurusan Akuntansi ini.
Menurut Dwi, lilin yang ditampung dikeluarkan lagi untuk digunakan kedua, ketiga kali dan seterusnya. Dwi dan Retno merogoh kocek Rp 427 ribu untuk membuat candle forever tersebut.
Pembelah Duren
|
"Kita terinspirasi kalau belah duren kan pakai golok. Untuk cewek dan orang tua kurang pandai, juga ada keluhan dari anggota keluarga kita susah buka, jadi kita inisiatif bikin alat untuk mempermudah," ujar Putri.
Menurut Putri, alat yang dibuatnya bersama dengan Yunita ini sangat sederhana. Alat tersebut terdiri dari tuas, ulir (baut) dan penyangga dari besi serta pisau runcing.
"Kalau alat diteken, duren langsung bisa terbuka," kata siswi kelas XI ini.
Alat tersebut, lanjut Putri, dapat membelah duren berukuran maksimal panjang 30 cm dan diameter sekitar 20 cm. Putri membutuhkan waktu seminggu untuk membuat alat tersebut.
Untuk urusan harga alat tersebut, Putri dan Yunita hanya merogoh kocek sekitar Rp 30 ribu. Namun dia belum berminat menjual alat tersebut.
Sepatu Anti Maling
|
"Dekat rumah saya banyak terjadi pencurian di masjid dan di perumahaan. Padahal rumah ada pagar, satpam juga ada. Tapi tetap saja banyak pencurian. Nggak cuma yang bermerek, yang biasa juga dicuri. Akhirnya saya menciptakan santiling," ujar Annisa.
Annisa termasuk finalis National Young Inventors Award (NYIA) yang digelar LIPI 14-15 November 2013 lalu.
Annisa membuat santiling dalam dua versi. Versi reedswitch dan miniswitch. Cara kerja reedswitch yakni berdasarkan jarak antara sepatu.
"Pengguna akan meninggalkan sepatunya lalu di-on-kan reedswitch-nya. Lalu ketika sepatu pengguna berada pada jarak dengan ketentuan sekitar 5 cm maka akan bunyi," kata siswi kelas XII ini.
Sedangkan cara kerja miniswitch yakni berdasarkan tekanan lantai. Jadi pengguna akan meninggalkan sepatunya setelah di-on-kan miniswitchnya. Lalu ketika sepatunya diangkat dan tidak ada tekanan dari lantai atau diangkat, sepatu akan bunyi.
Annisa membuat santiling ini selama sebulan. Dia mengeluarkan total Rp 70 ribu untuk membuat itu. Bahan santiling antara lain reed switch, magnet, batere 1,5 volt 3 buah, travo, dan buzer (alarm).
Lalu apakah bisa dijual? Sayangnya, Annisa tidak akan menjualnya."Saya masih akan mengembangkan alat itu lagi. Dibikin kayak kunci koper agar hanya pengguna yang tahu kunci itu," ucap siswi yang berencana kuliah di UGM jurusan perencanaan wilayah kota ini kelak.
Halaman 2 dari 10
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini