Hal ini menimpa Habibah Ahmad saat tengah mengurus kasus perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Januari 2011. Kala itu, dia tengah memproses gugatan perdata sengketa tanah di kawasan Ciganjur, Jaksel.
Lima bulan setelah gugatan masuk ke PN Jaksel, rumah Habibah didatangi Rahmad Bustomi. Kepada Habibah, Bustomi memperkenalkan adiknya, Wahyudi Adjo Pamungkas yang bisa mengurus perkara di pengadilan. Untuk meyakinkan, Bustomi menyatakan jika adiknya baru saja sukses mengurus perkara sengketa tanah 8 ribu M2. Atas tawaran ini, Habibah mengaku pikir-pikir terlebih dahulu dengan keluarga dan pengacaranya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau nggak pakai biaya, ya urusin saja," kata Habibah seperti ditulis jaksa penuntut umum dalam dakwaan yang dilansir website PN Jaksel yang dikutip detikcom, Senin (2/12/2013).
Pada bulan Juni 2012, Habibah ditelepon oleh Mustofa Kamal yang mengaku disuruh oleh Wahyudi untuk meminta uang Rp 125 juta. Dalam percakapan itu, Mustofa mengatakan uang itu akan digunakan untuk mengurus perkara di MA hingga berkekuatan hukum tetap.
"Dan dijamin menang," ujar Mustofa.
Habibah belum menyanggupi karena uangnya baru disimpan di bank. Mustofa lalu terus menelepon Habibah dengan permintaan yang sama. Mustofa membual jika harga Rp 125 juta itu termasuk murah, jika memakai orang lain bisa mencapai Rp 500 juta.
Pada 12 Juni 2012, Mustofa dan Wahyudi mendatangi rumah Habibah. Dalam pertemuan itu, Habibah menyerahkan uang Rp 75 juta. Saat Habibah meminta tanda terima, namun ditolak keduanya.
"Nggak usah khawatir, tenang saja. Saya punya link dari bawah sampai dengan MA, saya sudah stel," ujar Wahyudi kepada Habibah.
Seminggu kemudian, Habibah menanyakan progres kasusnya kepada Wahyudi.
"Tenang saja, mudah-mudahan lancar. Saya lagi usahakan, tenang saja, pasti beres," jawab Wahyudi menjanjikan.
Tidak dinyana, dua minggu setelah itu Habibah dikabari pengacaranya jika gugatan tersebut tidak diterima. Habibah lalu menanyakan kepada Wahyudi mengapa tidak banding.
"Nggak pakai banding, nanti sidang lapangan," jawab Wahyudi.
Belakangan, Wahyudi kembali meminta uang Rp 15 juta kepada Habibah untuk sidang lapangan tersebut. Setelah ditransfer, Habibah tidak mendapatkan kabar gembira atas kasusnya. Sehingga Habibah pun mengambil langkah hukum dengan melaporkan Wahyudi ke kepolisian.
Jaksa lalu mendakwa Wahyudi dengan pasal Penipuan dan Penggelapan. Setelah proses yang cukup lama, PN Jaksel memutuskan Wahyudi telah menggelapkan uang Habibah.
"Mengadili, menyatakan Wahyudi Adji Pamungkas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 bulan," putus majelis hakim yang terdiri dari Dahmiwirda, Ari Jiwantara dan Suprapto.
Vonis ini sebulan lebih ringan dari tuntutan jaksa. Putusan yang diketok pada 21 Oktober 2013 itu diterima dengan baik oleh terdakwa.
(asp/van)