Tubuhnya yang tidak sempurna sejak lahir, tidak menyurutkan semangatnya. Dengan kedua tangan, ia terus 'berjalan' mencari pembeli. Saat hujan kian deras, buru-buru ia menuju rumah di samping perempatan agar korannya tidak basah.
"Baru laku 44 koran, Mas," kata Slamet saat berbincang dengan detikcom, Jumat (29/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Slamet mengalami kesulitan ekonomi sejak sang istri, Kholipah, meninggal 1,5 tahun lalu. Ia nekat terjun ke dunia pengemis untuk menghidupi anak semata wayangnya, Muhammad Rizqi Aditya, yang saat ini berumur 3 tahun. Baru sebulan di jalanan, hati nurani bergolak. Ia memutuskan pindah haluan: menjual koran.
"Daripada tangan di bawah, lebih baik jual koran. Dengan jualan koran enaknya tidak dipandang orang sebelah mata dan kita dihargai," jelas dia sambil menghitung koran yang belum terjual.
Menjual koran bukan pekerjaan baru bagi Slamet. Saat bujang, ia pernah melakoninya selama 12 tahun di Jakarta. Daerah operasinya adalah Stasiun Senen dan Kelapa Gading. Setelah menikah tahun 2008 lalu, ia 'mudik' dan menetap di Purbalingga karena istrinya sakit-sakitan.
Di kampung, ia tidak tahu harus berbuat apa. Tidak banyak pilihan bagi orang dengan keterbatasan fisik seperti dirinya. Akhirnya, ia berkenalan dengan penjual koran lalu ikut terjun ke dunia 'peminta-minta'.
Hampir setiap hari, Slamet menempuh perjalanan sekitar satu jam dari Purbalingga ke Purwokerto untuk menjajakan koran. Dengan sebuah motor matik roda tiga yang sudah dimodifikasi, ia malaju penuh semangat.
"Dulu dilihat orang sebelah mata, tapi sekarang beda. Saya lebih percaya diri," ungkap Slamet yang mengaku bisa mendapatkan uang sekitar Rp 50-70 ribu dari hasil berjualan koran.
Sebagai penjual koran dengan keterbatan fisik, Slamet mengakui kadang menemui kesulitan. Risiko tertabrak kendaraan sangat besar, karena ia tidak bisa berlari atau menghindar dengan cepat. Terutama jika ada pengguna jalan ngebut saat lampu berubah dari kuning ke merah.
"Mau gimana lagi, kita salah juga mengganggu perjalanan," ujarnya lirih.
Teman Slamet yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan Slamet mempunyai tekad yang kuat dan harga diri. Saat menjadi pengemis, Slamet justru sering berkumpul dengan penjual koran. Pelan-pelan ia beralih 'profesi'.
"Kita tes jualan, eh malah habis. Sejak itu, ia kita minta jual koran aja daripada ngemis," ungkap pria yang saat ini menjadi manajer perusahaan TV kabel ini.
Dia menilai Slamet jauh lebih hebat dibanding orang lain. Di balik keterbatasan fisiknya, ia memiliki semangat luar biasa. "Mungkin dia lebih rendah secara fisik dari saya ketika jalan bersama. Tapi saat ini, dia lebih tinggi dari saya," tuturnya.
(try/nrl)