IDI Siapkan Tim Advokat Bela dr Ayu
|
|
Dukungan ini diwarnai aksi demonstrasi di depan kantor IDI oleh 200 dokter. Menurut ratusan dokter ini, dr Ayu adalah korban kriminalisasi profesi dokter. Massa akhirnya bisa bertemu perwakilan dari IDI yang berjanji membentuk tim hukum membela dr Ayu.
"Tadi kita sudah ketemu PB IDI. Katanya mereka sudah kirim tim hukumnya untuk mengadvokasi ini," ujar koordinator aksi demonstrasi, dokter Iqbal, Rabu (20/11/2013).
Dukungan yang sama juga datang dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr Prijo Sidipratomo yang menyebutkan kelemahan putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap dr Ayu. Menurut Prijo, MA tidak memahami hasil autopsi dan putusan MKEK sehingga terjadi deviasi anomali putusan.
"MKEK wilayah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulawesi Utara tidak menemukan pelanggaran etika dan sudah sesuai prosedur," ujar Prijo terpisah.
Dukungan para dokter juga mengalir dari sejumlah kota di Indonesia untuk dr Ayu dan rekan-rekannya. dr Ayu sendiri tengah menyiapkan rencana untuk mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK).
DPR Wacanakan Pengadilan Khusus Kesehatan
|
|
Selain wacana tersebut, pengetahuan hakim dan jaksa terkait landasan hukum yang tepat juga perlu didalami. Untuk itu, Komisi IX mendukung IDI untuk mengadvokasi agar nantinya UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapat menjadi dasar hukum utama dalam menangani pelanggaran medikolegal yang dilakukan dokter terkait pekerjaannya.
"Ini mana, tidak menggunakan hukum positif yang berlaku di dunia kesehatan. Pakainya pasal pembunuhan, bagaimana orang disebut membunuh. Situasinya kan membantu," kata Wakil Ketua Komisi IX Nova Riyanti Yusuf Nova, Rabu (20/11/2013).
Selain itu, Komisi IX akan menjadwalkan rapat kerja gabungan dengan Komisi III DPR RI dengan mengundang Menkes RI, Jaksa Agung RI, Menkum HAM, KY, MA dan LPSK untuk membahas tentang peradilan kasus yang terjadi di dunia kesehatan.
Dokter Asing Turut Berkomentar
|
|
"Tindakan (dr Ayu) itu sangat-sangat jarang (terjadi) komplikasinya. Ini hal yang emergency untuk menyelamatkan nyawa," kata dokter asal Jerman, dr Uwe Grob, Sabtu (23/11/2013).
Grob kemudian membandingkan dengan dunia kedokteran di negara asalnya. Ketatnya aturan dan standard operating procedure (SOP) kedokteran membuat seorang dokter tak bisa bekerja sesuka hatinya. Alhasil, di Jerman tak ada dokter yang dipenjarakan karena dugaan malpraktik.
"Di Jerman, tidak bisa melihat adanya sesuatu tindakan yang di luar aturan karena semua sesuai SOP. Di Jerman, tidak ada dokter yang masuk penjara. Saya belum benar-benar memahami kasus ini tapi saya percaya profesionalisme dokter di Indonesia. Kalau ini benar-benar terjadi (pemenjaraan dokter), ini akan membuat dokter-dokter muda tidak akan masuk fakultas kedokteran. Akibatnya, risikonya tinggi dan tidak ada satu pun yang ingin menjadi dokter," ujar Grob.
Komentar yang tak jauh berbeda juga terlontar dari dr Fabienne Schwab asal Swiss. Menurutnya, dokter memiliki tugas pokok menolong orang, kasus komplikasi yang diderita pasien bukanlah kesalahan sang dokter.
"Dia (dr Ayu) melakukan yang terbaik, menolong orang kenapa masuk penjara?" ungkap Schwab. Teman saya (dokter) di Australia, ada satu kasus terjadi dan juga meninggal dunia. Persoalannya termasuk komplikasi oleh pasien dan tidak dipenjara. Persoalan itu (dokter dipenjara) hanya di Indonesia," sebut Schwab.
Halaman 2 dari 4











































