Penghasilan Anak Punk Ngamen Bisa Rp 300 Ribu Per Hari

Potret Buram Pengamen Jalanan

Penghasilan Anak Punk Ngamen Bisa Rp 300 Ribu Per Hari

- detikNews
Jumat, 22 Nov 2013 16:35 WIB
anak punk saat terkena razia petugas. (Foto - Reuters)
Jakarta - Enam tahun sudah Aris Sulaeman (23 tahun) hidup di jalanan menjadi anak punk. Untuk membeli makan pria yang hanya mengantongi ijazah sekolah menengah pertama itu mengamen. Tak jarang saat mengamen Aris dan temannya menggunakan cara sedikit memaksa.

Sebenarnya ada perasaan malu dan risih karena harus mengamen dengan cara yang agak memaksa. Desakan kebutuhan hidup dan tidak ada kemampuan lain menjadi alasan Aris. Apalagi dengan hanya berbekal ijazah SMP Aris merasa akan sulit mencari pekerjaan dengan gaji besar.

“Capek juga bang ngamen cuma dapat uang receh,,” kata Aris saat ditemui detikcom di depan halte Transjakarta Pasar Kramatjati, Kamis (21/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan cara sedikit memaksa, Aris mengaku dalam satu hari bisa mendapatkan Rp 60 ribu dari mengamen. Apabila digabungkan dengan pendapatan empat rekannya menjadi Rp 300 ribu. “Itu kalau lagi ramai. Enggak dipakai makan sama rokok ya segitu. Kita kan makan juga,” kata Aris.

Anak punk lainnya yang ditemui detikcom di daerah Taman Mini, Jakarta Timur Slamet Susanto (21 tahun) mengaku juga mendapatkan Rp 40 sampai Rp 50 ribu dari mengamen.

Aris dan Slamet mengaku tak pernah menggunakan duwit hasil ngamen untuk minum-minuman keras. Biasanya mereka bisa minum anggur saatberkumpul atau ketemu anak punk dari wilayah lain. “Nokip bagaimana, duit enggak pegang sama sekali. Kami dapat lima ribu dari ngamen itu nasi sebungkus buat makan rame-rame. Bayar ke Warteg pakai duit recehan,” kata Slamet.

Sejak umur 12 tahun, Slamet sudah merasakan kerasnya hidup di jalanan. Selain kadang harus bersaing dengan pengemis dan pengamen, anak punk juga sering berantem sesama teman anak punk dari wilayah lain.

Persaingan itu terkait jatah tempat mengamen. Belum lagi, ancaman petugas dinas sosial dan satuan polisi pamong praja yang kadang melarang anak punk mengamen. Biasanya kalau sudah ada satpol pp patroli di pasar, kumpulan anak punk lebih memilih mengalah untuk mencari wilayah lain.

Pasalnya, daripada bentrok dan masuk panti rehabilitasi, lebih baik mencari aman. Pengalaman dua tahun lalu di panti sosial dengan cara rambut digundulin dan dipaksa mandi membuat Slamet agak kapok.

“Enggak mau lagi ah. Pasar Minggu, Tanah Abang yang ada satpolnya jarang buat teman-teman ke sana. Kalau di sana ngamenin juga siapa? Kalau pedagang di pasar mah pelit. Mending di angkutan umum jalanan,” ujarnya.

Soal anggapan kalau anak punk saat mengamen itu memaksa, ia tidak ambil pusing. Menurutnya, tidak semua anak punk mengamen dengan cara paksa. Hanya, memang karena lapar ingin makan dan tidak punya duit makanya cara agak memaksa kadang dilakukan. Ia sendiri pun tidak menepis soal itu.


(erd/erd)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads