Menanggapi hal tersebut, MA mengaku telah mengirim putusan kemenangan Ismail.
"Sudah dikirim ke pengadilan negeri pengaju pada 29 Oktober 2013," kata Kabag Humas MA, Rudi Sudiyanto saat dihubungi detikcom, Rabu (13/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salinan putusan MA juga belum terima," ujar Ismail, dengan logat Sunda yang kental, kepada majalah detik.
Dimintai konfirmasi secara terpisah oleh majalah detik, Direktur Utama PT PLN Nur Pamudji enggan memberikan komentar. Dia beralasan, gugatan Ismail merupakan kasus lama dan dia belum mempelajarinya. "Saya belum tahu kasus itu, no comment dulu. I am sorry," kata Nur, melalui pesan singkatnya.
Kasus bermula saat pemerintah membuat program listrik masuk desa pada medio tahun 80-an. Lalu PLN membangun gardu listrik di atas tanah Ismail. Sayangnya, penggunaan lahan itu tanpa ikatan hukum apa pun. Keluarga Ismail pun tidak berani meminta ganti rugi saat itu karena tekanan rezim Orde Baru.
Usai Orde Baru tumbang, Ismail lalu menuntut haknya tersebut. Pengadilan lalu mengabulkan gugatan Ismail hingga tingkat kasasi dan menghukum PLN karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Menghukum PLN membayar ganti rugi Rp 48 juta," putus majelis hakim yang diketuai oleh Prof Dr Vallerina JL Kriekhoff, Soltoni Mohdally dan Prof dr Takdir Rahmadi pada 27 Februari 2012.
(asp/fjr)