Sang aktor memerankan geisha yang hidup pada abad ke-8, dengan kostum kimono sutra berbordir oranye, dia bergerak selangkah demi selangkah, sambil mengambil kipas yang diselipkan pada obi (sabuk)nya. Aktor itu terkadang menunduk dan meletakkan tangannya di atas pelipis, membuat ekspresi topeng itu tampak sedih. Terkadang mendongak, yang membuat topeng menyiratkan ekspresi senang.
Sedangkan dua orang lainnya yang duduk bersimpuh di belakang melantunkan syair, suaranya kuat dengan vibrasi, temponya sedang, kadang suaranya rendah, kadang melengking tinggi. Noh, itulah yang ditampilkan mereka. Opera klasik Jepang yang mulai dipentaskan 6,5 abad lalu atau sekitar abad ke-14.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada 6 topeng yang dipamerkan master Noh, Kozo Nagayama (40) dan rekan-rekannya, di Kuil Takakura-ji, Sakai, Jepang pada Rabu (7/11/2013) lalu. Seperti ditulis sebelumnya, pemeran utama dalam opera Noh biasanya memakai topeng berupa perempuan, laki-laki, setan, hantu atau orang tua.
Master Noh, Kozo Nagayama (40) saat itu berbaik hati memamerkan topeng-topeng yang dimiliki. Kozo mengeluarkan topeng-topeng itu dari bungkus kain satinnya dengan hati-hati sekali.
"Topeng-topeng ini sudah dimiliki turun temurun. Usianya paling tidak sudah seratus tahun," kata Kozo sambil menambahkan topeng tertua ada yang berusia hingga 600 tahun.
Ada teknik perawatan khusus yang dipakai untuk merawat topeng-topeng itu. Kozo tak mengemukakannya, namun siang itu dia keberatan bila para jurnalis Sakai Asean Week 2013 memotret menggunakan blitz.
"Tolong, kalau bisa memotretnya jangan menggunakan blitz ya," pinta Kozo.
Kozo menjelaskan, topeng itu memiliki karakter sendiri, yang ekspresinya bisa berubah dilihat dari sudut pandang berbeda. Aktor utama Noh biasanya menggerakkan kepalanya untuk menampilkan perubahan ekspresi dengan topeng itu, seperti menunduk kalau menangis atau bersedih, mendongak bila gembira.
Bila memerankan cerita geisha misalnya, topeng yang dipakai topeng perempuan. Nah bila perempuan itu marah karena kemasukan roh jahat atau dilanda cemburu, topeng yang dipakai adalah topeng setan perempuan bertanduk. Untuk topeng setan laki-laki, hanya bertaring tapi tak bertanduk.
"Perempuan kalau marah itu lebih seram dari lelaki, makanya topengnya bertanduk," jelas Kozo yang disambut tawa para jurnalis Sakai Asean Week 2013.
Lain lagi bila ceritanya tentang kehidupan seorang ksatria samurai, yang dipakai tentulah laki-laki. Atau topeng hantu untuk menunjukkan roh, juga bisa orang tua yang bijak. Lubang mata di topeng itu hanya ada 2 di bagian mata, dan itupun sangat kecil, sehingga itu menjadi tantangan pemain Noh bila beraksi di atas pentas dengan pemandangan terbatas.
Selain topeng, fue atau seruling yang dipakai untuk mengiringi opera Noh itu tak kalah tuanya. Pemain fue itu menjelaskan serulingnya terbuat dari bambu hitam.
"Bambu kan butuh waktu buat tumbuh. Bambu bisa bertahan ratusan tahun, namun bambu ini butuh waktu 100 tahun supaya bisa menghitam," kata pemain fue itu yang juga meminta agar alat musiknya tak dipegang-pegang.
Namun dia berbaik hati mengajarkan cara meniup fue dengan meminjamkan replikanya yang terbuat dari plastik. Ternyata, cukup susah. Fue haruslah ditempelkan sedikit di bawah garis bibir bawah. Salah posisi sedikit, fue bakal gagal 'berteriak'.
Sedangkan untuk kostum kimono, masa pakainya lebih pendek. Kostum kimono relatif lebih cepat rusak karena kena keringat para pemainnya yang bersifat asam. Padahal, aktor memakai kimono putih dan kaos putih sebelum memakai kostum kimono itu. Memakainya pun cukup ribet. Mau tahu tahapan memakai kostum Noh? Nantikan artikel selanjutnya.
(nwk/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini