Dari penelusuran yang dilakukan Ketua DTK Azas Tigor Nainggolan beberapa hari lalu, jumlah yang disetor jukir ternyata bervariasi. “Dari survei di lapangan, saya tanya sama jukir liar itu, mereka setor minimal Rp 50 ribu per setengah hari untuk satu lokasi parkir,” Tigor mengungkapkan kepada detikcom, Senin (04/11).
Tigor lantas menyebutkan suatu lokasi parkir disebut liar jika tidak mempunyai salah satu dari empat syarat untuk parkir resmi yakni ada rambu tanda Parkir (P), ada Satuan Ruas Parkir (SRP), petugasnya berseragam dan mempunyai kartu identitas resmi (ID). Tigor melanjutkan, dari ribuan titik parkir di Jakarta, jumlah dana yang potensial diselewengkan sangat besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pendapatan dari parkir off-street di badan jalan itu enggak pernah lebih dari Rp 30 miliar per tahun yang disetor UPT ke APBD," ujar Tigor.
Menurut perkiraan DTK, di Jakarta sedikitnya ada sekitar 16 ribu Satuan Ruas Parkir. "Coba kalikan saja, satu kotak itu minimal bisa dapat Rp 20 ribu per hari, dapat berapa? Jadi paling tidak ada sekitar Rp 90 miliar yang bocor,” bebernya. “Makanya saya minta KPK juga mengusut kebocoran ini karena sudah bertahun-tahun.”
Dana itu masih di luar pendapatan dari titik parkir liar yang memang tidak punya SRP. Artinya, Tigor menegaskan, persoalan tersebut bukan tidak bisa diatasi, namun memang sengaja tidak mau diatasi karena ini menyangkut masalah kantong orang-orang yang terlibat.
"Saya melihat UPT Perparkiran itu memang tidak ada kemauan untuk membereskan parkir off street di Jakarta dan terkesan ada pembiaran biar tetap ada uang masuk,” kata dia.
Tigor menyatakan, jika Dishub memang serius ingin menata parkir liar, maka UPT Perparkiran harus menindak juru parkir liar. UPT dinilai yang mengetahui apakah seorang juru parkir resmi atau tidak.
Terkait aksi cabut pentil untuk menertibkan parkir liar, Tigor menilai pada dasarnya baik, namun belum bisa diterapkan secara maksimal. Dia menyarankan seharusnya razia dilakukan lebih konsisten dan serentak di semua wilayah. “Lakukan di tiga titik saja secara acak tapi konsisten setiap hari, pasti lama-lama orang akan mikir," jelasnya.
"Sudah gitu jukirnya enggak ada yang ditangkapin, padahal mereka jukir liar kan, malah sekarang sudah ada yang jual pentil juga. Selain itu juga karena ada persoalan korupsi itu tadi di dalam badan UPT Perparkiran,” ungkapnya lebih jauh.
Kepala UPT Perparkiran Dishub DKI, Enrico Fermi, membenarkan adanya peluang bocornya dana pendapatan retribusi parkir. Dia menyalahkan sistem pemungutan dan tata kelola parkir yang masih manual.
“Saat ini tata kelola perparkiran kan masih menggunakan tata cara yang konvensional. Jadi kecenderungan bocor dan terjadi loss pendapatan itu dimungkinkan,” kata dia kepada detikcom, Rabu (06/11).
Dia berharap ke depan aplikasi pemungutan yang transparan dan akuntabel dapat diterapkan sehingga pendapatan parkir bisa dipantau secara online.
Adapun Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono mengatakan pengelolaan parkir memakai lahan umum tapi keuntungannya besar menjadi alasan tidak pernah habisnya persoalan ini.
(brn/brn)