Direktur Political Communication Institute (Polcomm Institute) Heri Budianto mengatakan meski mewacanakan duet populer, elektabilitas PKB tetap sulit untuk naik.
"Ini bagian dari strategi politik PKB untuk menarik perhatian publik dari figur-figur ini. Karena PKB sadar betul bahwa partainya sulit menaikan popularitas dan elektabilitas partai," ujar Heri kepada detikcom, Sabtu (2/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihat PKB mampu membangun isu ketika berhasil mengajak JK menjajaki maju capres dari PKB. Namun saya melihat duet ini kurang punya nilai jual," tutur Heri.
Alasannya, menurut dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana ini, hal itu lebih pada figur Rhoma yang belum ada pengalaman di pemerintahan. Jika popularitas, siapa yang tidak kenal Rhoma, namun untuk elektabilitas dan aksebtabilitas diragukan 'Raja Dangdut' ini akan direspon positif oleh publik.
Justru menurut Heri, duet JK-Mahfud bisa lebih menjual dan positif untuk PKB ketimbang mengusung strategi mengangkat Rhoma.
"Nah, ini bisa menjadi kekuatan penyeimbang ditengah capres-capres lain. JK punya pengalaman di pemerintah dan mempunyai kesan cepat dalam merespon soal-soal pemerintahan dan Mahfud sangat diuntungkan dengan kiprahnya selama di MK," ujarnya.
Jika duet ini terjadi dan dideklarasikan sebelum Pileg, PKB menurutnya akan diuntungkan dan dapat menaikkan elektabilitas partai.
"Tapi, kalau JK diusung PKB maka ini ancaman serius bagi Golkar. Karena JK masih memiliki pendukung setia di Golkar," pungkasnya.
Sebelumnya, Kamis (1/11) kemarin sore, JK bertemu dengan capres PKB lainnya, Rhoma Irama. Keduanya berbicara panjang lebar. Usai pertemuan JK pun memberi kesan menerima tawaran menjadi capres PKB.
"Tentu sangat kita hormati (undangan PKB kepada dirinya). Namun itu kan baru 'wacana amanah', belum 'amanah'. Untuk menjadi amanah, itu baru bisa setelah Pileg," kata JK di Kantor PP DMI, Jl Borobudur, Menteng, Jakarta, Jumat (1/11/2013).
(rmd/rvk)