"Kami ingin menetapkan sanksi yang lebih berat untuk koruptor. Tapi kan yang memutuskan bukan kita, tapi majelis hakim. Jadi kami akan mendorong hukuman lebih besar dengan meningkatkan tuntutannya," ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam acara Seminar Nasional Keterkaitan Psikologi dan Korupsi, Kajian Psikologi Terhadap Fenomena Korupsi di Indonesia di Gedung Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Eyckman, Sabtu (2/11/2013).
Ia mengatakan, untuk memberatkan hukuman akan dihitung seberapa besar dampak yang timbul akibat suatu perbuatan korupsi. "Dampak kerugian akan dihitung. Tools-nya akan berbeda untuk korupsi di bidang kesehatan, pendidikan, atau lingkungan. Itu yang sedang kita buat," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jembatan seharusnya berusia 50 tahun. Ini baru 10 tahun ambruk karena korupsi. Maka koruptor itu harus bayar sisa 40 tahun untuk nilai jembatan itu," tuturnya.
Begitu juga dampak kerugian kegiatan ekonomi yang terhambat akibat ambruknya jembatan termasuk kerugian jiwa dan materil yang timbul. "Pokoknya koruptor harus membayar semua kerugian yang diakibatkan oleh tindakanya. Itu adalah social cost. Ditambah lagi penegak hukum yang menangani perkaranya itu kan pakai uang negara, itu juga harus ia tanggung," jelas Bambang.
Hal itu diungkapkan Bambang bukan lagi sekedar wacana namun akan segera diimplementasikan dalam kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. "Ini sedang berproses. Karena ini kan sistem. Pengadilannya mau tidak kalau kita terapkan seperti itu. Kalau kita sih maunya cepat-cepat," tutupnya.
(tya/rvk)