Kalangan LSM di Banten menerima sejumlah laporan dari masyarakat soal ini. Soal gizi buruk dikabarkan terjadi Kecamatan Labuan, Pandeglang.
"Hampir di setiap desa ada laporan gizi buruk," kata Uday Syuhada, koordinator Aliansi Independen Peduli Publik (Alip) saat berbincang dengan detikcom, Jumat (1/11/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan bisa terlihat betapa jomplangnya kondisi masyarakat dengan Lamborghini yang dimiliki Wawan, atau mobil Atut yang jumlahnya banyak. Sangat menyakiti hati rakyat," terang Uday.
Laporan lainnya adalah soal pembangunan jalan. Uday memberi contoh kasus yang terjadi di daerah Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten. Masyarakat mengadukan proses pembangunan jalan yang 'alakadarnya' saja.
"Menurut warga, rangka jalannya tidak pakai namanya besi. Besi hanya dipasang menjelang dicor, lalu difoto. Terus ketika dicor, besinya dilepas lagi," ceritanya.
Masyarakat setempat sudah protes tentang praktik ini. Bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah punya laporan tersendiri soal proyek-proyek jalan di Banten.
Pada laporan tahun 2012, BPK menemukan kelebihan pembayaran pada proyek jalan dan jembatan Bogeg. Proses ganti ruginya dinilai terlalu mahal hingga mencapai Rp 1,65 miliar. Lalu ada juga kelebihan pembayaran dalam proyek lain, seperti:
a. Pembangunan Jalan Banjarsari – Malingping Rp 163.947.392,48
b. Pembangunan Jalan Saketi– Banjarsari Rp 130.976.769,18
c. Pembangunan Jalan Pakupatan– Palima RP 4.703.919,14
Masalah gizi buruk dan jalan rusak ini seakan menjadi ironi tersendiri di tengah penggelontoran dana hibah yang mencapai ratusan miliar. Sebab, sebagian di antaranya dinikmati oleh kalangan tertentu saja, bahkan mengarah ke keluarga Atut.
"Setelah diinvestigasi, sekitar 60 lembaga yang kita temukan fiktif, badan hukum dan palangnya saja tidak jelas, tidak tahu," kata Uday.
(mad/nrl)