Dalam dokumen laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten tahun 2012, terungkap ada realisasi belanja hibah dan bansos yang tidak didukung oleh laporan pertanggungjawaban (LPJPD) dan surat pertanggungjawaban (SPTJ) dari para pengguna dengan nilai total Rp 82,4 miliar dan Rp 9,99 miliar.
Salah satu yang menjadi sorotan BPK adalah penyaluran dana Rp 600 juta di Yayasan Sholatiyah, Banten. Dalam proposal pengajuan, ada enam kegiatan yang disampaikan. Namun setelah dikroscek oleh BPK pada para guru, kegiatan itu tak pernah ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aliansi Banten Menggugat (ABM) pernah melaporkan 62 lembaga penerima hibah tahun 2011 ke KPK yang diduga fiktif. Dari beberapa organsasi, bahkan diketahui milik keluarga Ratu Atut.
"Badan hukum dan palangnya saja tidak jelas. Seharusnya lembaga itu kan minimal berbadan hukum dan ada keterangan domisili dan akta notaris. Itu fiktif, padahal menerima Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar," terang Uday Syuhada, koordinator Aliansi Independen Peduli Publik (Alip) yang menjadi bagian dari ABM.
Modus lainnya, ada lembaga yang terdaftar secara hukum, namun jumlah dananya disunat oleh sekelompok pihak tertentu. Misalnya, ada lembaga bernama Forum Pencatat Akta Nikah Provinsi Banten mendapat Rp 1,5 miliar. Setelah tim LSM Banten melakukan verifikasi, pimpinan kelompok Forum itu mengaku hanya diberi Rp 300 ribu.
"Ada dokumen pengakuan dari pemimpin kelompoknya. Dia dipanggil terus pulang hanya diongkosi Rp 300 ribu," cerita Uday.
Uday menambahkan, ada juga modus pencairan hibah dan bansos ke sejumlah organisasi milik keluarga Atut. Berdasarkan laporan ICW, ada organisasi bernama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang menerima hibah sebesar Rp 750 juta. Dekranasda dipimpin oleh suami Ratu Atut Chosiyah yang juga anggota DPR dari Banten, Hikmat Tomet. Ada juga dana untuk Karang Taruna yang dipimpin anak Ratu Atut, Andhika Hazrumy, senilai Rp 1,5 miliar. Total dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh keluarga Gubernur mencapai Rp 29,5 miliar.
Terungkap juga modus memasukkan kegiatan dalam daftar penerima hibah, seperti umroh dan safari Ramadan. Padahal seharusnya, penerima hibah itu adalah sebuah lembaga berbadan hukum, bukan aktivitas masyarakat. Apalagi ada dana yang digunakan untuk kegiatan Atut sendiri.
"Safari Ramadan 2011 kegiatannya menelan Rp 3,6 miliar, digunakan oleh Atut sendiri," terang Uday.
Lebih lanjut, Uday juga menemukan ada penerima beberapa hibah yang menggunakan alamat sama. Terakhir, ditemukan penyaluran hibah ke Kadin Banten yang notebene diisi oleh para pengusaha kelas kakap.
"Kadin itu ketuanya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Ini malah diberikan hibah," kritiknya.
KPK sudah menyelidiki perkara ini. Sejumlah pihak akan dipanggil dan barang bukti sedang dikumpulkan.
Pihak Ratu Atut belum ada yang bisa dimintai konfirmasi perihal penyelidikan ini. Namun adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, saat ditemui di BPK beberapa waktu lalu mengatakan, semua normal.
"Dilihat saja di pembukuan organisasinya. Itu kan di sana ada bendahara, ada semua, kita terbuka kok, dilihat aja," kata Wakil Bupati Serang ini.
(mad/nrl)