"Kita buat kesepakatan dengan Hutomo pemilik PT Buana Tambang Jaya. Saya keluarkan Rp 400 juta untuk DP akuisisi saham," kata Koestanto bersaksi untuk terdakwa Mario Cornelio Bernardo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Uang muka untuk akuisisi perusahaan ini dibayarkan antara bulan Maret atau April 2010. Koestanto mengaku tertarik mengakuisisi perusahaan milik Hutomo. Menurutnya kuasa PT Buana bernama Fikri menawarkan akuisisi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun setelah uang muka dibayarkan, tidak ada tindaklanjut proses akuisisi perusahaan. Setelah izin usaha pertambangan (IUP) terbit, Hutomo menurut Koestanto menghilang. "Saya kontak nggak bisa. Dari situ kami buat perjanjian dengan beliau," ujarnya.
Hutomo pernah mengirimkan surat yang berisi janji mengembalikan uang muka yang sudah dibayarkan Koestanto. "Dia nyatakan uang mau dikembalikan, ternyata bohong, tidak pernah ada. Pengacara (saya) mensomasi 3 kali tapi tidak digubris," ujarnya.
Karena penipuan ini, Koestanto melapor ke Polda Metro Jaya pada Juni 2012. Pengadilan Negeri Jaksel dalam putusannya November 2012 memutuskan Hutomo bebas. Koestanto kemudian membawa kasus ini ke pengadilan perdata.
Atas putusan bebas ini, Koestanto langsung berkomunikasi dengan Komisaris PT GWI Sasan Widjaja pada Desember 2012. Sasan menyarankan agar Koestanto bertemu pengacara Mario Bernardo yang juga anak buah Hotma Sitompul.
Pada Januari 2013, Sasan dan Koestanto bertemu Mario di kantor hukum Hotma Sitompul. Disitu Koestanto menceritakan putusan bebas Hutomo. "Saya bertanya ke Mario kira-kira apa yang bisa dtangani, karena kami tak mengerti cara hukumnya," tuturnya.
(fdn/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini