Ahli Spesies dari WWF Indonesia, Sunarto mengungkapkan dari eksploitasi monyet ekor panjang biasanya berusia muda karena potensial dan mudah dilatih. Dari pengamatan pribadinya, ada monyet ekor panjang yang baru berusia tujuh bulan sudah berada di jalanan sebagai alat mengemis dengan atraksi sirkusnya.
Kejadian ini, baginya, tentu memprihatinkan karena sangat mudah mengeksploitasi tanpa ada sanksi yang tegas bagi pelaku. “Kalau dilihat negara lain yang punya perhatian tinggi terhadap hewan, ya ini ironis dan dilihat negatif buat negara kita. Ini anak monyet dijadikan pekerja,” ujarnya kepada detikcom, Kamis (22/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ingat gak yang Australia protes Indonesia karena sapinya disiksa sebelum disembelih. Itu sapi. Nah, ini monyet yang punya kecerdasan dan kedekatan dengan manusia dibanding hewan lain harusnya lebih dilihat,” tegas Sunarto.
Adapun berdasarkan penelusuran Jakarta Animal Aid Network (JANN), monyet untuk atraksi topeng monyet biasanya berusia muda sekitar delapan atau sembilan bulan. Jantan atau betina bisa digunakan asalkan masih muda.
Manajer Program Penyelamatan Hewan Domestik dari JANN, Karin Franken, monyet muda ini dilatih dengan cara disiksa oleh pemilik dalam waktu yang lama. Agar monyet terus berlatih, seringkali pemilik sengaja tidak memberikan makan. "Setelah monyet pintar biasanya akan disewakan atau dijual kepada pelaku topeng monyet," katanya saat ditemui detikcom, Kamis (24/10).
Karin menambahkan, saat ini ada sekitar 400 monyet ekor panjang yang dieksploitasi untuk sirkus topeng monyet jalanan. Monyet ekor panjang dicari karena fisiknya kecil, dianggap tidak berbahaya, dan mudah dilatih. Jumlahnya terus bertambah karena monyet jenis ini mudah didapatkan di beberapa pasar hewan dengan harga yang murah.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menggalakkan penertiban topeng monyet dan menargetkan pada 2014, Jakarta akan bebas topeng monyet. Dia beralasan, eksploitasi monyet pada atraksi tersebut membuat Indonesia jadi sorotan internasional.
Atraksi topeng monyet menampilkan monyet yang berbuat di luar kelaziman hewat primata. Meski bertujuan menghibur manusia, atraksi itu sebaliknya malah dianggap menyiksa hewan itu sendiri. Keberadaan topeng monyet juga dikategorikan sebagai pengemis sehingga melanggar pasal 17 ayat 2 Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Peraturan lain yang jadi dasar hukum kebijakan Jokowi yakni UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan pasal 66 ayat 2g, Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan Pasal 83 ayat 2, Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies.
(brn/brn)