Abrasi di Siak, Warga Mengungsi
Selasa, 09 Nov 2004 14:30 WIB
Pekanbaru - Pengikisian tanah karena gelombang air atau abrasi yang melanda Sungai Siak, di Provinsi Riau semakin parah. Akibatnya, dalam lima tahun terakhir, sekitar 400 keluarga yang bermukim di sepanjang sungai tersebut mesti pindah ke tempat yang lebih aman.Sekretaris Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Siak, Kadri Yafis, mengungkapkan hal itu kepada detikcom, Selasa (9/11/2004) per telepon di Siak. "Penduduk terpaksa pindah ke daratan yang lebih aman di sekitar sungai," katanya.Menurutnya, kendati akibat abrasi itu belum mengancam korban jiwa, namun sejumlah bangunan berada di bibir Sungai Siak sudah banyak yang roboh. Di antaranya, rumah penduduk, sekolah, mesjid, dan makam para kerabat Kesultanan Siak."Kami khawatir abrasi menelan korban jiwa. Sebab banyak rumah penduduk yang jaraknya sangat dekat dengan bibir sungai. Sewaktu-waktu rumah itu bisa runtuh," kata Kadri. Penduduk yang bermukim di bantaran Sungai Siak semakin terdesak. "Mereka tidak punya tanah lagi, selain pinggiran sungai itu. Sebagian besar daratan telah dikuasai pemilik perkebunan kelapa sawit dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH)," urainya.Kadri menjelaskan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak mencakup empat wilayah, yakni bagian hulu di Kabupaten Rokan Hulu dan Kampar, bagian tengah di Kota Pekanbaru, serta hilir sungai di Kabupaten Siak. Kadri menyebutkan daratan yang terkena abrasi mencapai sekitar 150 kilometer. Sedangkan panjang Sungai Siak, 300 kilometer."Setiap tahun, 5 hingga 8 meter daratan ditelan gelombang. Akibatnya rumah penduduk yang semula jauh dari bibir sungai satu per satu runtuh diterjang ombak," kata Kadri.Abrasi paling parah terjadi di lima kecamatan di Kabupaten Siak, yaitu Kecamatan Tualang, Sungai Apit, Bunga Raya, Gasib, dan Kecamatan Siak. Sebuah Sekolah Dasar (SD) di Desa Meredan Kecamatan Tualang tidak bisa digunakan lagi karena bangunan sekolah itu runtuh hingga masuk sungai."Warga membangun mesjid baru di lokasi lain. Namun, sungai terus meluas. Beberapa tahun lagi mesjid baru itu pun akan runtuh," ungkap Kadri.Abrasi si sungai terdalam di Indonesia itu sudah berlangusng sejak 1980 lalu ketika sejumlah industri muncul di sepanjang sungai. Diperkirakan setiap hari alur sungai yang menghubungkan ke Selat Malaka ini dilalui 35 kapal besar dan kecil."Kapal-kapal besar inilah yang membuat faktor utama terjadinya abrasi. Ini belum jenis kapal kecil speed boat yang berkekuatan tinggi, juga selalu membuat ombak besar yang mengikis bibir sungai," jelas Kadri.
(nrl/)