Bayi Meninggal Setelah Lahir, Dokter Kandungan Dilaporkan ke Polisi

Bayi Meninggal Setelah Lahir, Dokter Kandungan Dilaporkan ke Polisi

- detikNews
Sabtu, 12 Okt 2013 09:25 WIB
Jakarta - Ny Martini Nazif (35) melaporkan seorang dokter spesialis kandungan berinisial TOS, SpOG ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. TOS diduga lalai menangani proses kelahiran bayi pertama Ny Martini sehingga akhirnya meninggal.

Martini mengatakan, putri pertamanya yang diberi nama Mayumi Rose Dees itu meninggal setelah melalui proses persalinan secara waterbirth di RS A yang terletak di kawasan Jakarta Selatan.

"Dokter TOS yang menangani klien sejak pertama. Sebelum akhirnya melahirkan di RS A, saya memeriksakan kandungan ke dr TOS di RS SM," kata Taufik Basari, pengacara Martini, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/10/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di RS SM, Martini mengkonsultasikan kehamilannya itu sebanyak 9 kali dan ditangani dr TOS, SpOG. Selama konsultasi ini, Martini mengetahui kandungannya baik dan normal dan tidak ada masalah pada kandungannya.

"Dan selama konsultasi ini, klien kami menuruti segala anjurann dokter TOS," katanya.

Pada masa konsultasi itu juga, Martini disarankan oleh dr TOS untuk melakukan persalinan secara water birth. Saat itu Martini menolak dan memilih proses persalinan secara caesar karena takut darah dan tidak kuat mengejan bila harus bersalin secara water birth.

"Tetapi dokternya bersikukuh kalau klien kami harus melahirkan secara normal secara water birth dengan alasan berat badan bayi kecil yakni 2,9 Kg. Karena klien kami penurut, akhirnya dia menuruti anjuran dokternya," katanya.

Hingga menjelang masa persalinan, sekitar tanggal 22 Oktober 2011, Martini bermaksud melakukan persalinan di RS SM. Namun, dengan alasan tidak jelas, dr TOS merekomendasikannya untuk melakukan persalinan di RS A atau RS MMC.

"Alasannya karena ada masalah. Tetapi tidak diberitahu masalah apa. Akhirnya saya pilih di RS A karena lebih dekat dengan rumah," ujar Martini.

Selanjutnya, pada tanggal 5 November 2011, Martini masuk ke RS Asri untuk melakukan persalinan secara water birth. Selama observasi menggunakan CTG dan doppler, Martini diberikan induksi untuk merangsang kontraksi.

"Saya diberikan induksi selama 8 kali. Padahal menurut aturan, maksimal induksi itu 3 kali," kata Martini.

Selama induksi itu pun, Martini baru mengalami pembukaan ke 3 pada tanggal 8 Oktober 2011. Martini kemudian dimasukan ke kolam dan saat itu masih diberikan induksi sehingga mengalami rasa sakit yang teramat sangat.

"Saat itu dokternya belum datang ke rumah sakit. Pembukaan baru penuh ketika pukul 09.30 WIB, tetapi dokternya belum juga datang dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Sampai dokter datang itu, saya 5 jam di dalam kolam sampai tangan saya keriput," kata dia.

Saat di dalam kolam, Martini hanya didampingi 1 orang perawat yang menjaga secara bergantian. Pada waktu bersamanaan, di ruang bersalin juga ada pasien lain yang juga melahirkan secara water birth dan hanya dipisahkan connecting door.

"Tirai dan pintu seharusnya ditutup, namun justru dibuka semuanya," imbuhnya.

Selama persalinan, kata dia, ruang bersalin tidak steril karena banyak perawat yang mondar-mandir masuk ke ruangan, bahkan ada tukang selang dan laki-laki yang mencoba untuk mengambil alat dan air untuk kolam sebelah.

"Suami saya bahkan disuruh perawat untuk menghidupkan alatvakum airnya," tambahnya.

Menurutnya, dr TOS tidak fokus menanganinya dan lebih mendahulukan pasien lain. Selama menangani Martini, dr TOS juga sibuk memainkan BlackBerry miliknya.

"Akhirnya bayi saya lahir pukul 14.15, namun tidak menangis dan bernafas. Kemudian bayi saya ditaruh di dada saya," katanya.

Dokter TOS kemudian segera membawa bayi Martini ke rusang pemeriksaan. Dan suami Martini, Mikes Wardana (28) yang mengikuti dokter tersbeut, melihat sang dokter memberikan nafas buatas dengan memasukkan beberapa selang kecil melalui hidung bayi selama berulang kali.

"Mereka juga memeriksa jantung bayi. Lalu dokter anestesi yang baru datang dan meminta seorang perawat senior berkacamata memasangkan infus. Perawat kesulitan pasang infus I tangan dan kaki bayi, sehingga dipasang di tali pusat," katanua.

Pukul 14.40 WIB dokter anak datang dan memberikan beberapa macam obat ke dalam rubuh bayi. Selama proses itu, bayi masih diberikan nafas buatan dan pompa jantung.

"Kemudian tidak berapa lama kemudian pertolongan dihentikan dan bayi saya dinyatakan meninggal. dr TOS mengatakan bahwa bayi saya meninggal karena ada kelainan," katanya.

Setelah kematian bayi, pihak Martini meminta tanggung jawab pihak rumah sakit dan dokter yang menangani persalinan. Mereka juga meminta penjelasan rekam medis bayi pada pihak rumah sakit dan dokter.

"Tetapi tidak diberikan," kata dia.

Martini kemudian mengadukan hal ini ke MKDKI. Hasil sidang MKDKI menyatakan bahwa dr TOS lalai dalam menangani persalinan. "Menurut MKDKI, kesalahan dr TOS karena menginduksi saya sebanyak 8 kali, padahal maksimal 3 kali," tukasnya.

Martini pun mengadukan dr TOS ke jalur hukum. Dalam laporan resmo bernomor TBL/3585/X/2013/PMJ/Ditreskrimum, dr TOS diadukan dengan dugaan Pasal 357 KUHP dan atau Pasal 79 huruf C UU RI No 29 Tahun 2004 tentang undang-undang praktek kedokteran.


(mei/fjr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads