Di sebuah lahan puluhan truk lainnya telah terparkir. Penerangan di pelabuhan tersebut tak maksimal. Bahkan beberapa tempat hanya remang-remang akibat tidak banyak lampu yang menyala.
Di antara temaram lampu pelabuhan, sejumlah awak kapal, sopir atau kenek truk mengisi malam dengan menikmati kopi yang dijajakan oleh belasan wanita muda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun termos air panas yang ada di antara mereka memberikan cerita berbeda tentang suasana malam di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Tidak hanya sekedar duduk, kemesraan mereka makin terlihat saat tangan si lelaki merangkul bagian tubuh wanita atau sebaliknya. Bahkan beberapa dari mereka tampak memangku sang wanita dengan termos es dan keranjang (kopi) yang ada di sebelahnya.
Pada malam hari, penjual kopi di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa didominasi oleh wanita. Dengan membawa termos es dan keranjang kopi, para wanita berpakaian dan make up menor ini berkeliling menawarkan kopi kepada para 'warga' pelabuhan.
Pembeli tak hanya dapat menikmati secangkir kopi saja, mereka juga bisa mendapatkan pelayanan tambahan. Seperti memangku si penjual kopi, sekadar meraba ataupun berlanjut ke hubungan seksual.
Fenomena itu terjadi hampir setiap malam di Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka mengenalnya dengan istilah 'Kopang' alias kopi pangku.
"Istilahnya di sini kopi pangku, minum kopi sambil bisa mangku (penjual kopi)," kata Yanti (31 tahun) salah satu penjual kopi kepada detikcom, Kamis (3/10) menjelang tengah malam pekan lalu.
Sambil membetulkan kaus ketatnya Yanti berlalu meninggalkan detikcom. Dia melangkah mendekati beberapa awak kapal untuk menjajakan kopi.
Praktik prostitusi di Pelabuhan Sunda Kelapa terkesan tak terlihat. Selain jauh dari kawasan hunian penduduk, praktik ini juga menggunakan modus menjual kopi keliling atau asongan.
Puluhan wanita pedagang kopi menjajakan kopinya hanya pada malam hari. Mereka tidak beroperasi pada siang hari.
Haris (29 tahun), salah satu warga di Pelabuhan Sunda Kelapa menyebut jumlah penjaja kopi pangku di tempat tersebut mencapai 30 orang.
Menurut dia, praktik kopi pangku telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. "Gak tahu pastinya sejak kapan. Tapi sudah lama lah, waktu saya masih SMP juga sudah ada Kopang (kopi pangku)," kata Haris kepada detikcom.
Setahu Haris, wanita-wanita penjaja kopi pangku tersebut bukan warga Jakarta. Meraka berasal dari beberapa daerah di Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Warga Pelabuhan Sunda Kelapa lainnya, Imam (30 tahun) mengatakan praktik kopi pangku dapat tetap beroperasi hingga kini karena jauh dari kawasan hunian warga. "Sulit dicegah dan dihilangkan," kata Imam.
(erd/erd)