Hukuman Ringan, Pemburu Badak Kian Merajalela

Menangkal Perburuan Cula Badak

Hukuman Ringan, Pemburu Badak Kian Merajalela

- detikNews
Selasa, 01 Okt 2013 14:07 WIB
Foto: WWF-Indonesia
Jakarta - Tak mudah menjaga populasi badak di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser. Sulitnya medan dan minimnya dukungan dari masyarakat menjadi salah satu kendala. Apalagi luas taman nasional tersebut mencapai satu juta hektar.

Fakta tersebut menurut Koordinator lapangan Yayasan Leuser Internasional Aceh dan Sumatera Utara Tarmizi menyebabkan tingginya angka perburuan badak di Leuser. Sanksi hukuman yang masih ringan dan belum menimbulkan efek jera membuat pelaku perburuan badak kian merajalela.

Kepala Unit Perlindungan Badak dan Unit Penegakan Hukum Intelijen Sumatera Selatan Arif Rubianto mengatakan, hukuman bagi pelaku perdagangan cula badak masih ringan, yakni maksimal enam bulan penjara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Pada tahun 1989 – 1991 sudah tertangkap 61 pelaku pemburu badak yang berasal dari Bengkulu dan Sumatera Barat. Para pelaku ini selain berburu juga menjual cula badak dalam perdagangan gelap di Sumatera Selatan dan Singapura.

Pelaku perburuan dan perdagangan gelap cula badak yang terakhir tertangkap pada tahun 2003. Namun bukan berarti aksi perburuan badak tak lagi terjadi.

Menurut Arif, kebiasaan berburu diawali dari mencari kayu bakar dan getah damar. Kemudian berlanjut sebagai pemburu burung dan rusa. Merasa berhasil di kategori ini, mereka berburu babi hutan kemudian meningkat ke gajah dan harimau.

Dibandingkan hewan liar lainnya, Badak Sumatera serta Jawa sulit diracuni dan dijebak. Belum lagi kesulitan mencari jejak lokasi badak yang biasa gemar berada di kubangan tengah hutan.

“Paling bisa dengan sistem jerat 24 jam yang aktif enam sampai tujuh bulan. Cara kedua pakai senjata api. Tapi itu juga sulit karena menemukan satwanya,” kata Arif saat ditemui di Waykambas, Lampung, Sabtu (28/9) akhir pekan lalu.

Menurut dia, jebakan yang biasa dipakai pemburu badak adalah penjerat kaki dengan sistem pelontar. Kemudian, jerat leher untuk menjebak badak saat melewati dua pepohonan dan bersifat mematikan.

Ada juga jerat dengan sistem lubang berdiameter tertentu yang dilengkapi jebakan tongkat tajam di bawah tanah.

Namun untuk model yang terakhir ini sudah berkurang setelah ada Unit Perlindungan Badak dan Unit Penegakan Hukum Intelijen di Taman Nasional Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan.

Jerat lubang terakhir ditemukan pada tahun 2011 di Way Kambas. “Setiap ada jebakan jerat yang ketahuan, kami hancurkan,” kata Arif.


(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads