Cara Licik Jual Pulau di Indonesia, Kawin Siri pun Ditempuh

Cara Licik Jual Pulau di Indonesia, Kawin Siri pun Ditempuh

- detikNews
Senin, 30 Sep 2013 10:47 WIB
Jakarta - Warga negara asing dilarang memiliki tanah di Indonesia menjadi hak milik. Namun berbagai cara licik digunakan, dari patgulipat hukum hingga cinta di balik perkawinan siri.

"Dalam praktik telah terjadi perbuatan melawan hukum dalam kepemilikan hak milik tanah yang dimiliki pihak asing. Umumnya diperoleh dengan cara terselubung yakni dengan memakai WNI lewat perkawinan siri," kata Anita DA Kolopaking.

Hal ini ditulis dalam bukunya 'Penyelundupan Hukum Kepemilikan Hak Milik Atas Tanah di Indonesia' yang diterbitkan Alumni Bandung halaman 9 seperti dikutip detikcom, Senin (30/9/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai terjadi perkawinan siri, tanah tersebut disebut milik istri yang WNI. Lalu dalam perjanjian kawin itu disebutkan WNI akan melepaskan hak milik atas tanahnya usai kawin siri. Sehingga perempuan tersebut terikat dengan perjanjian trustee yang menjadi dasar dibuatkannya perjanjian nominee atas nama WNI itu.

"Sebenarnya, tanah itu milik WNA (suaminya). Konsep ini biasanya dibuat oleh notaris," ucap Anita yang juga berprofesi sebagai notaris itu.

Dalam buku yang diluncurkan di Senayan Golf Club, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9) juga disebutkan masalah penyelundupan hukum tidak hanya menjadi masalah negara Indonesia. Negara lain pun mengalami hal serupa seperti Swedia, Belanda, Amerika Serikat, Jepang, Korsel, Taiwan dan China. Dalam praktik licik ini biasanya baru terbongkar saat WNI mengingkari perjanjian tersebut.

"WNI sesungguhnya mengetahui sebagai warga negara asing telah melanggar asas nasionalitas," cetus ibu 3 anak itu.

Menurut Anita, perjanjian di atas jelas-jelas perjanjian batal demi hukum dan perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Sebab perjanjian tersebut tidak memuat causa yang tidak halal yaitu pihak WNI mengakui bahwa tanah hak milik yang didaftarkan atas namanya bukanlah miliknya tetapi milik WNA beserta bangunannya. Jual beli dengan cara licik ini juga melanggar asas nasionalitas sesuai pasal 21 ayat 1 UU Pokok Agraria.

"Sebagai subjek hukum dalam melakukan perjanjian jelas tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sesuai pasal 1320 ayat 4 KUHPerdata. Bahkan perbuatan hukum itu sendiri dilarang UU," ujar perempuan yang genap berusia 50 tahun tepat di hari peluncuran bukunya itu.


(asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads