Tidak terpancar raut kecemasan di wajah Mbah Slamet yang humoris ini. Ia berbagi kisahnya dengan sesekali sambil berkelakar.
"Sejak kecil, saya dipanggil Slamet. Biar dimakan harimau pun Slamet juga katanya," kata Slamet yang disambut tawa petugas haji dan tim Media Center Haji (MCH).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tawaf 4 kali, saya terpisah. Saya kuatkan iman, tawaf 5 kali tambah hilang teman-teman saya hingga selesai (7 kali putaran)," kata Slamet di kantor Sektor 2 Daker Makkah, Minggu (29/9/2013).
Slamet lalu berinisiatif pulang ke pemondokan. Ia menuju halte bus Bilal.
"Kalau aku bilang stasiun motor (mobil), nggak ada rombongan," ujar dia.
Petani kelapa sawit itu kemudian menghentikan taksi.
"Ini ke mana?" tanya Slamet ke sopir taksi.
"Jeddah," jawab si sopir.
"Jeddah sama dengan asrama haji?" tanya Slamet lagi.
"Iya," jawab si sopir dalam bahasa Arab.
Slamet mengaku telah berulang kali memastikan lokasi yang ditujunya. Taksi pun meluncur mengantar Slamet.
Di tengah perjalanan, Slamet diminta membayar ongkos taksi Rp 15 riyal namun tidak dipenuhinya.
Pria kelahiran Banyumas itu akhirnya diturunkan di kawasan Balad, Jeddah dan membayar tarif 15 riyal.
Beruntung Mbah Slamet bertemu pria mukimin (seorang warga Indonesia yang bertempat tinggal di Arab Saudi) yang ikhlas membantunya tanpa pamrih. Mbah Slamet diantar ke Kantor Urusan Haji Indonesia (KUHI). Mbah Slamet bisa bernafas lega dan kini berada di tangan pihak yang tepat.
Mendengar kabar jamaah haji tersesat hingga Jeddah, Kasatop Armina, Kasmudi turun tangan langsung menjemput Mbah Slamet untuk dibawa pulang ke Makkah.
Ia berpesan agar Mbah Slamet dikawal pembimbing haji untuk menyempurnakan umrah perdananya.
"Tolong diantar ke pembimbing ibadahnya supaya ibadahnya sempurna," pesan Kasmudi kepada petugas haji Sektor 2 Daker Makkah.
Mbah Slamet selanjutnya diantar ke pemondokan nomor 221 dan bertemu keluarga tercinta.
(aan/jor)