Diskusi MA, Grasi Hak Prerogatif Presiden Tapi Harus Selektif

Diskusi MA, Grasi Hak Prerogatif Presiden Tapi Harus Selektif

- detikNews
Rabu, 25 Sep 2013 12:49 WIB
Jakarta - Berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat 1 UUD 1945 presiden dapat menerbitkan keputusan grasi. Peluang tersebut dimiliki oleh setiap terpidana, tanpa kecuali.

"Pemberian grasi adalah kewenangan konstitusional presiden, pertimbangan kemanusiaan, serta kecenderungan dunia soal hukuman mati," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, dalam diskusi tentang Grasi dan Remisi di kantor MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2013).

Menurut hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun, grasi bukanlah upaya hukum. Tapi upaya non hukum yang didasarkan pada hak prerogatif dan pertimbangan subjektif presiden.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Grasi dapat dibutuhkan karena dapat meminimalisasi resiko yang dikhawatirkan akibat vonis yang dijatuhkan hakim, khususnya pidana mati," ungkap Gayus.

Kepala Biro Hukum KPK Catherine mengatakan, presiden harus lebih selektif dalam memberikan grasi kepada narapidana. Ia mendukung diadakan semacam konvensi antara presiden dan lembaga-lembaga penegak hukum sebelum memutuskan pemberian grasi ini.

"Mekanisme pemberian grasi harus tansparan, pemberiannya harus jelas. Misalnya jika memberikan grasi karena alasan sakit. Meskipun hak prerogatif, menurut saya itu bisa mencederai rasa keadilan masyarakat," ujarnya.

Catherine berkaca kepada beberapa tersangka korupsi yang seringkali beralasan sakit saat akan dilakukan penangakapan. Usai penangkapan biasanya mereka seakan sama sekali tak terlihat sakit.

(rna/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads