1. Jatuh Bangun Mbok Karyati
Mbok Karyati (Foto: M Rofiq/detikcom)
|
Mbok Karyati sebetulnya tidak miskin-miskin amat. Ia pernah punya toko kelontong di desanya, Pondok Wuluh, Kecamatan Leces, Probolinggo, Jawa Timur. Sayang, tahun 2005, tokonya terpaksa tutup karena merugi. Ia pun beralih profesi menjadi pemulung. Setiap hari, ia berkeliling mengais rongsokan. Hasilnya, ia sisihkan sedikit demi sedikit.
"Ketika uang sudah terkumpul Rp 40 juta, ada seseorang yang meminjam dan tidak dikembalikan. Padahal saat itu sudah mau didaftarkan. Saya hanya bisa pasrah namun saya tidak mau putus asa," terang Mbok Karyati.
Mbok Karyati tidak pantang menyerah. Ia memulai dari nol lagi. "Dalam sehari, upah memungut barang bekas sebesar Rp 10 ribu. Yang Rp 5 ribu ditabung dan yang Rp 5 ribu untuk makan," ujar Mbok Karyati.
Disiplin dan kerja kerasnya berbuah manis. Perempuan 68 tahun ini berangkat haji pada 29 September 2013 melalui kloter 43 Embarkasi Juanda.
2. Abdullah, Tukang Becak Naik Haji
Abdullah (Foto: Syaiful Kusmandani/detikcom)
|
Sejak remaja, Abdullah memang bercita-cita berhaji. Pria beranak dua ini banting tulang. Selain menjadi tukang becak, ia juga mengais uang dengan menjadi kuli angkut di Pasar Mangli, Kecamatan Kaliwates.
"Ya kalau sepi penumpang terus ada orang membutuhkan tenaga saya untuk angkut barang ke dalam pasar, saya langsung aja terima kerjaan itu daripada diam di atas becak, toh itu kan halal," kata Abdullah ketika ditemui di rumahnya, Selasa (24/9/2013).
Untuk setiap 1 ton barang yang diangkut ke dalam pasar, Abdullah mendapat Rp 50 ribu yang dibagi-bagi bersama beberapa orang yang turut bekerja. "Hasilnya lumayan, kadang dapat Rp 50 ribu untuk 1 ton barang yang kita angkut," ungkapnya.
Sepulang dari tanah suci, Abdullah mengaku tak akan meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang becak. Dia akan terus bekerja seperti biasanya, menunggu dan mengantar penumpang ke tempat tujuan. Bedanya, kelak ia 'bergelar' Haji.
3. Warisan Terindah H Djabir
Royan bersaudara (Foto: Hestiana Dharmastuti/detikcom)
|
Royan Novi Amar (28), nama lengkapnya. Ia berangkat haji bersama adiknya, Dwi Agustina Royani (26) serta Fajar Royan Santoso (23), pada Selasa 17 September 2013 dari Embarkasi Solo. Mereka adalah putra-putri H Djabir asal Kebumen, Jawa Tengah.
Royan bercerita orangtuanya memberikan 'modal' agar anak-anaknya bisa berhaji. Modal itu diperoleh sang ayah dari hasil jerih payah selama menjadi Ketua Kloter Haji pada tahun 2008.
"Masing-masing diberi Rp 5 juta. Desember 2010, Bapak tiada. Beliau tidak bisa melihat kebahagiaan ini," ujar Royan dengan suara parau.
Selanjutnya, kata Royan, orangtuanyalah yang mencicil biaya haji yang masing-masing sekitar Rp 35 juta kurang itu. Di tanah suci, ketiganya berdoa agar 'warisan' ayahnya diganjar Yang Maha Kuasa dan agar ibunya Umisri diberi kesehatan dan kebahagiaan.
4. Mak Yati dan Kambing Kurban
Mak Yati dan suaminya (Foto: Salmah Muslimah/detikcom)
|
Ada beberapa donatur yang menanggung biaya haji Mak Yati dan suaminya. Pasutri yang tinggal di Tebet Dalam, Jakarta ini dijadwalkan berangkat tahun 2014 mendatang.
"Iya, dari rombongan haji Radio Dalam A patungan, jadi teman-teman pak donatur itu di Mekah patungan karena simpati ke diri Mak Yati," ucap Mak Yati sambil mengingat nama bapak donatur yang membawa kabar gembira itu, Sabtu (17/11/2012) silam.
Mak Yati mengaku memang sudah lama ingin berkurban. Ia membeli 2 kambing dari hasil menabung selama 3 tahun. Ia tidak ada niat apa pun, hanya ingin berkurban.
"Sudah lama Mak pengen kurban, Nak. Tapi kan Mak ini kerjaannya cuma mulung, jadi penghasilan nggak jelas. Buat makan sehari saja kadang udah syukur. Mak kumpulin sedikit-sedikit sampai 3 tahun baru gol bisa beli kambing," ujar Mak Yati diberi rumah oleh Kemensos di Purwosari Pasuruan ini.
Halaman 2 dari 5