Tepat pukul 15.00 WIB adalah waktu bagi para siswa SMAN 78 Jakarta pulang sekolah. Sekumpulan anak duduk melingkar mengerjakan tugas akademis, sekumpulan sibuk berbincang, yang lain ada yang bermain sepak bola, sementara itu ada sekelompok anak yang mengitari tiang bendera.
Di depan kelompok itu terlihat sosok pria berkumis tebal, berdiri di tengah lingkaran yang memberinya penghormatan ala militer. Sekilas nampak seperti Stalin dengan pasukannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekelompok anak tersebut merupakan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) SMA 78, sementara pria berkumis di depannya adalah pelatihnya, Saleh (43). Mereka sedang berkordinasi untuk melakukan latihan baris berbaris usai pulang sekolah, dan Saleh pun ternyata tidak diktator seperti Stalin.
"Padahal mereka belajar di sekolah dari pukul 06.30 WIB sampai 15.00 WIB, tapi kenapa masih mau-maunya latihan baris? Teman-teman mereka yang lain mungkin lebih memilih pulang atau bermain atau kegiatan hobi lainnya. Tapi inilah yang membuat Β saya rela mengabdi mendidik di Paskibra 78 ini selama 25 tahun," tutur Saleh.
Paskibra SMAN 78 atau Paskibra 78 dapat dikatakan berbeda dengan yang lainnya. Rupanya tidak hanya keterampilan baris berbaris saja yang diajarkan oleh Saleh, tetapi juga pendidikan untuk kehidupan sehari-hari.
"Saya menggabungkan pola-pola yang telah saya dapatkan dari Gerakan Pramuka sewaktu saya kecil hingga SMA kelas satu dengan pola militer yang dimiliki teman saya dari ayahnya yang seorang prajurit TNI. Kami ambil ilmu apa yang bisa kami berikan dan kemudian terbentuklah Paskibra 78 ini," terangnya kemudian.
Saleh merupakan seorang Pramuka Garuda pada masanya. Merupakan tingkatan prestasi tertinggi yang diraih seorang Pramuka.
"Saya memang dibesarkan dari keluarga Pramuka. Ayah saya ketua Mabigus (Majelis Pembimbing Gugus Depan), Ibu saya anggota Mabigus, saya dan ketiga adik saya juga semua Pramuka. Menurut kami, banyak hal yang tidak ada dalam pendidikan formal tetapi justru diajarkan dalam pendidikan non-formal, seperti Pramuka, nah semangat inilah yang coba saya tularkan melalui Paskibra 78 ini," terangnya.
Konsep pendidikan yang ia berikan adalah sistem among seperti yang dirumuskan Ki Hajar Dewantara. Konsep dari Bapak pendidikan Indonesia tersebut tentang bagaimana proses perubahan sikap dalam pendidikan benar-benar diterapkan Saleh dalam kegiatannya yang hanya ekstrakurikuler ini, bukan intrakurikuler.
"Sistem pendidikan seperti ini sudah jarang ditemui. Saya berharap suatu saat konsep ini bisa jadi role model pendidikan di Indonesia baik di intra (kurikuler) maupun ekstra. Terbukti alumni kami (Paskibra 78) banyak yang sukses, salah satu contohnya adalah Alya Rohali. Iya yang pernah jadi Putri Indonesia itu, saya sih tidak mengklaim kalau prestasinya itu berkat didikan Paskibra 78 saja," pungkasnya.
Pria yang memilih dipanggil Mas ketimbang Bapak oleh anak didiknya ini tidak mau berbicara soal bayaran yang diterimanya per kedatangan setiap hari Senin, Kamis, dan Jumat. Di balik penampilannya yang necis, dia berusaha untuk ikhlas melakukan pekerjaannya walau bukan berstatus PNS maupun tenaga honorer.
"Yang penting cukuplah saya bolak-balik dari rumah ke sini," tuturnya.
(bpn/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini