Berdasarkan informasi yang diperoleh Indonesia Legal Roundtable (ILR), transaksi lobi-lobi tersebut tak hanya dilakukan di Indonesia, tapi juga di luar negeri.
"Dari informasi publik yang didapat, kecenderungan para anggota DPR dan calon hakim agung itu juga terdapat di luar negeri seperti Singapura dan Malaysia," kata peneliti ILR Erwin Natosmal Oemar, saat dihubungi detikcom, Rabu (18/9/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erwin menjelaskan, jika seleksi hakim agung masih dibuat seperti pasar bebas, DPR atau oknum-oknum lainnya dapat terus melakukan aksi lobi-lobi untuk meloloskan calon tertentu. Mafia peradilan akan tetap ada.
"Oleh karena itu, seleksi hakim agung ke depan, DPR seharusnya pada posisi mengkonfirmasi hasil seleksi KY," jelasnya.
Erwin menambahkan, kasus lobi-lobi dalam seleksi hakim agung jarang sekali yang terekspos publik.
"Jika ada itu hanya kebetulan saja," tambahnya.
Calon Hakim Agung Sudrajat Dimyati bertemu dengan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Bachrudin Nasori di toilet di sela-sela proses uji kepatutan dan kelaikan hakim agung. Diduga ada 'lobi' terkait dengan pemilihan calon hakim agung.
Isu lobi di toilet ini telah dibantah oleh Sudrajat, menurutnya usai mengikuti tes fit and proper test di DPR, dirinya memang ingin ke toilet. Kemudian ada bapak-bapak berbatik yang tidak dikenalnya yang ternyata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Bachrudin Nasor juga ke toilet.
Di dalam toilet, Bachrudin menunjukan secarik kertas berupa daftar nama calon hakim agung, dia bertanya kepada Sudrajat dari dua nama hakim perempuan, yang manakah yang hakim karir.
(rna/asp)