Pedagang Blok G Ancam Balik ke Jalan Jadi Kaki Lima

Lesunya Blok G Tanah Abang

Pedagang Blok G Ancam Balik ke Jalan Jadi Kaki Lima

- detikNews
Selasa, 17 Sep 2013 14:21 WIB
Blok G Pasar Tanah Abang tampak rapi. (Fotografer - Pool)
Jakarta - Pedagang kaki lima yang kini menempati Blok G Pasar Tanah Abang mulai mengeluhkan kurangnya fasilitas penunjang pasar seperti tangga. Hal itu menurut mereka menjadi penyebab orang enggan naik ke lantai dua dan tiga, tempat mereka kini, sehingga pendapatan mereka jadi jauh berkurang dibanding saat masih berdagang di kaki lima.

Para pedagang ramai-ramai meminta agar Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memperhatikan mereka. Sebab setelah hampir dua pekan sejak resmi beroperasi di pasar itu, jumlah pengunjung tak kunjung meningkat. Bahkan, Andri, salah satu pedagang mengaku belum sepotong pun pakaian dagangannya laku.

“Selama 10 hari saya jualan belum ada yang laku, padahal dulu Rp 500 ribu minimal bisa dapat,” kata dia saat ditemui detikcom di lantai 3, Blok G, kemarin. “Kalau di lantai 2 lumayanlah, bisa dapat Rp 200-Rp 300 ribu, tapi kalau di lantai 3 ini jangan harap, jangankan laku, orang nawar saja enggak ada.”

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mencukupi makan sehari-hari, ia dan beberapa pedagang menyatakan masih menggunakan sisa uang tabungan. “Sekarang paling tidak Rp 100 ribu habis sehari untuk kebutuhan saya dan keluarga, duitnya dari mana kalau terus begini,” kata Nurmailis, ibu dua anak, yang juga berdagang pakaian di lantai 3.





Suami Nurmailis, Mustafa, pun menambahkan ia ingin kembali turun dan berjualan di kaki lima, seberang Blok G, tempatnya dulu mencari nafkah. Menurutnya sudah banyak pedagang yang punya maksud yang sama jika pendapatan mereka tetap meredup. Ia tak gentar dengan ancaman sanksi pidana berupa kurungan 10 hinngga 60 hari dan denda hingga Rp 20 juta sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Tapi aksi itu akan mereka lakukan jika tak ada perubahan berarti. Sejauh ini, sisa uang tabungan masih mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Apalagi pemerintah belum memungut uang sewa tempat alias masih gratis hingga enam bulan pertama. “Kalau sakit yang kami rasakan sudah sampai ke kepala kami akan turun ke bawah, kalau sekarang sakitnya masih di sini,” kata Mustafa sambil menunjuk perutnya.

Mustafa pesimistis para PKL bisa bertahan lama di Blok G. Toh, sebelumnya pada 2004 pemerintah juga melakukan penertiban dan pedagang hanya bertahan sebentar sebelum akhirnya kembali menjadi PKL. “Waktu itu saya ikut naik, tapi hanya enam bulan. Sekarang kalau gak diperhatiin sama Pak Jokowi, kita turun dan bikin macet ke jalan,” kata dia dengan nada emosional.

Tapi tak semua pedagang sepakat untuk kembali menjadi PKL. Samsuhadi, pedagang pulsa di lantai 2 mengaku ogah ikut-ikutan kembali ke jalanan. Sebab jika tertangkap, risikonya cukup besar. “Kalau mau turun itu saya enggak, karena sudah ada pasal-pasalnya, 6 bulan ditangkap dan denda Rp 20 juta, sudah ditulisin,” kata pria asal Padang ini.

Samsuhadi lantas meminta pemerintah tegas dalam melakukan penertiban PKL. Ia mengeluhkan masih ada beberapa PKL di Lokasi Binaan Jati Baru yang bebas berjualan. Padahal tak jauh dari lokasi itu tampak terparkir mobil dinas Satpol PP. “Gak ngerti juga apakah sudah ditertibkan atau enggak,” kata Samsuhadi.

Zulfitra, pedagang Blok G yang tinggal di kawasan Tanah Abang juga mengungkapkan hal yang sama. “Masih banyak PKL yang berkeliaran di gang-gang, jenis dagangannya sama, kalau mereka masih ada enggak mungkin orang tertarik naik ke atas dan lebih memilih membeli pada mereka kan,” kata dia.


(brn/brn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads