"Isi pidato menunjukkan bahwa presiden secara langsung telah melakukan intervensi terhadap permasalahan hukum yang seharusnya berdiri sendiri dan independen," ujar anggota tim penasihat hukum Budi, Samsul Huda Yudha membacakan eksepsi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (17/9/2013).
Pidato presiden bukanlah produk perundang-undangan yang seharusnya tidak mengikat Mabes Polri untuk menindaklanjuti. Namun akhirnya Mabes Polri dengan surat 22 Oktober 2012 melimpahkan penanganan perkara termasuk untuk Budi Susanto yang jadi tersangka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena pelimpahan penanganan perkara tidak berdasar, maka proses penyidikan di KPK sebut Syamsul tidak dilakukan sesuai ketentuan hukum. "Maka surat dakwaan yang dibuat harus dinyatakan sebagai hal yang tidak dapat diterima," tegas anggota penasihat hukum lainnya, Christine.
Rufinus Hutauruk mempertanyakan penetapan kliennya sebagai tersangka di KPK dan Mabes Polri dengan dugaan tindak pidana yang sama. "Kami dapat menyimpulkan seluruh hal yang didakwakan tidak benar karena tidak sesuai dengan fakta," katanya.
Budi Susanto didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator. Budi juga memperkaya orang lain di antaranya Irjen Djoko Susilo selaku Kakorlantas Polri (Rp 36 miliar), mantan Wakakorlantas Didik Purnomo (Rp 50 juta), Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Bambang sebesar (Rp 5 miliar), termasuk Primkoppol (Rp 15 miliar).
(fdn/lh)