"Ini sebenarnya gejala kelas atas, bukan kelas menengah ke bawah," kata sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola kepada detikcom, Minggu (15/9/2013) malam.
Thamrin menilai peranan orang tua yang memberikan kebebasan si anak membawa kendaraan untuk sekolah mempengaruhi anak tersebut dalam berkendara di jalan raya. Ia mencontohkan anak-anak akan menunjukkan eksistensinya dengan memacu kendaraan hingga kecepatan tinggi atau meminta kendaraan yang mahal harganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu anak-anak ini memiliki komunitas dan saling mengenal. Mereka akan pamer modifikasi dan sebagainya, berbeda dengan anak-anak kelas menengah ke bawah yang masih banyak mengandalkan bus sekolah atau angkutan umum," kata Thamrin menambahkan.
Hanya saja masalah angkutan umum seperti pemerasan yang dikeluhkan para pelajar terkadang juga terjadi. Sehingga Thamrin melihat hal ini menjadi tugas jajaran kepolisian memberikan rasa aman untuk para pelajar sekaligus menertibkan pelajar yang belum memiliki SIM namun sudah berkendara di jalan raya.
"Polisi harus benahi pelajar yang belum punya SIM tapi sudah berkendara dan keamanan di angkutan umum untuk para pelajar. Jika tidak, akan terus terjadi pamer, seperti pamer otot, pamer materi, dan pamer kekayaan," tutup Thamrin.
(vid/rvk)