Ismiaty mengawali karier sebagai PNS Departemen Kehakiman pada 1984. Lalu pada 1999, dia diangkat menjadi panitera pengganti di Pengadilan Tinggi (PT) Palembang.
Pada 2003, Ismiaty terindikasi menerima sogokan Rp 70 juta untuk memuluskan calon peserta seleksi hakim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak hanya itu, Ismiaty juga dilaporkan menjadi makelar kasus (markus) nomor 34/Pdt/2004/Pt.Plg dengan imbalan Rp 25 juta. Setelah itu ibu 5 anak ini juga dilaporkan menerima uang sebesar Rp 40 juta untuk perkara perdata lainnya.
"Masalah ini sudah selesai di pengadilan tinggi, tidak pernah diperiksa MA," kata Ismiaty membela diri.
Atas laporan itu, Ismiaty dipecat sebagai PNS tertanggal 14 Mei 2009. Tak tinggal diam, Ismiaty protes atas pemecatan tersebut dan mengajukan gugatan ke pengadilan.
"Selama menjadi PNS, saya selalu melaksanakan tugas dengan baik. Kalaupun dihukum tidak selayaknya dijatuhi hukuman berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," kata Ismiaty.
Ismiaty yang menikah dua kali karena suami pertamanya meninggal itu memohon majelis hakim memberikan hukuman ringan berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. Permohoan ini dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta pada 8 Juli 2010. PT TUN Jakarta memperbarui hukuman Ismiaty menjadi pemberhentian dengan hormat dengan uang tunggu hingga Ismiaty pensiun umur 50 tahun.
Atas keputusan ini, baik Ismiaty dan Badan Kepegawaian Nasional mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Menolak permohonan kasasi," putus majelis kasasi yang terdiri dari Marina Sidabutar, Yulius dan Prof Dr Ahmad Sukardja pada 6 April 2011.
Nasib Ismiaty lebih baik dibanding Ginarta. Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Yogyakarta itu selain dipecat juga dihukum 1,5 tahun penjara karena jadi calo tes hakim Rp 525 juta.
(asp/nrl)