Sejak memimpin pada tahun 2010, Risma telah menutup sejumlah lokasi prostitusi dan sedang berupaya menutup berbagai 'distrik merah' di Surabaya. Lokalisasi yang sudah ditutup antara lain Tambakasri, Klakahrejo, dan Bangunsari. Sementara sejumlah prostitusi yang sedang diupayakan ditutup antara lain Gang Doli dan Jarak yang ditargetkan ditutup tahun 2014, dan Sememi Jaya alias Moroseneng yang ditargetkan ditutup akhir tahun 2013 ini.
"Mereka (pekerja seks) itu orang yang rentan, karena mereka sebetulnya orang yang tertindas. Saya mendapati ternyata korbannya itu anak-anak SMP yang tidak ingin atau merasakan kehidupan itu," kata Risma mengutarakan alasan dirinya begitu respek terhadap penutupan prostitusi, seperti dikutip dari Majalah Detik edisi 93 yang terbit Senin (9/9/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka dikasih baju bagus, misal aslinya harganya Rp 1.000 jadi Rp 5.000, sabun harga Rp 3.000 jadi Rp 10.000, terus ditawari handphone, sehingga terus mencicil. Dijerat terus," katanya.
Dalam memberangus prostitusi, Risma tak mencontek penutupan prostitusi di Jakarta seperti di Kramat Tunggak. Membereskan prostitusi di Surabaya, menurut Risma, cukup sulit. "Di Jakarta itu tanah pemerintah, sehingga mereka mudah untuk menutupnya. Tinggal kita bersihkan lalu gunakan untuk keperluan lain. Kalau di Surabaya tidak, itu tanah milik masyarakat, mereka membaur dengan kehidupan masyarakat," ungkapnya.
"Jadi mereka itu kami dekati. Secara dunia kami dekati, secara akhirat juga kami dekati. Satu tahun lamanya saya dekati. Masing-masing wali kota memiliki perbedaan pendekatan. Tapi saya mau mengubahnya. Kalau kita tidak berubah, perubahan itu yang akan menggilas kita. Itu yang saya katakan kepada mereka, tidak mungkin kan anak-anak mereka akan mengikuti cara hidup mereka?" pungkas sarjana ITS berusia 52 tahun ini.
Kisah 'Super Wali' bisa didownload gratis di edisi terbaru Majalah Detik.
(van/nrl)