Hal ini dipengaruhi proses identifikasi yang dilakukan Bareskrim Polri yang tidak membuahkan hasil. BK DPR sendiri saat ini akan mengupayakan menyelesaikan kasus tersebut untuk membuka fakta yang jelas untuk masyarakat.
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan kasus tersebut sudah lama dipublikasikan namun masih simpang siur penuntasannya. Masyarakat diharapkan juga bisa tahu kinerja BK DPR dalam mengusut kasus ini. Maka, untuk penyelesaiannya diperlukan penelusuran kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota BK DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ali Machsan Moesa, mengatakan sebenarnya hasil identifikasi dari Bareskrim Polri sangat diharapkan. Namun, kata dia, dengan tidak terbacanya identifikasi video oleh Polri bukan berarti bisa membebaskan anggota Komisi IX DPR yang diduga terlibat sebagai pelaku video tersebut dari sanksi hukuman. “Jadi, ya kita belum mutusin, bukan tiba-tiba mencuat lagi lho ya, Mas,” ujar Ali kepada detikcom kemarin.
Persoalan ini, ujar dia, yang mempengaruhi BK DPR memanggil tiga pakar telematika dari tiga kampus berbeda. Alasan jumlah tiga pakar agar bisa ditemukan jumlah hasil pendapat meski nanti ada perbedaan pandangan.
Ali menilai hal ini berbeda dengan setahun lalu yang mentok karena hanya dua pakar yaitu Abimanyu Wachjoewidajat dan Ruby Alamsyah. “Dulu kan satu mengatakan iya, satu lagi tidak. Kita mau bebasin dasarnya apa? Lalu kasih sanksi juga apa kan? Nah, kami belum bisa putusin jadi dilempar ke Mabes Polri,” ujarnya.
Meski demikian, Ali mengaku tidak bisa menjamin tiga pakar yang dipanggil BK bisa mengungkap kasus ini karena dirinya juga belum bertemu secara langsung dengan ketiganya. Ia hanya berjanji BK akan mengupayakan kasus ini bisa diselesaikan dalam waktu cepat secara obyektif dan menjauhkan dari kepentingan tertentu.
Bagi Ali persoalan beda pendapat antaranggota serta pimpinan BK tidak menjadi masalah karena bisa diatasi. “Ya anggapannya kan gitu Mas. Tapi, kami usahakan semua ini bisa satu arahan,” katanya.
Adapun Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Sutan Bhatoegana berpendapat penyelesaian kasus ini perlu disesuaikan dengan tata tertib yaitu etika yang sudah menjadi pegangan bersama.
Menurut Sutan selama ini BK DPR merasa ada beban karena memeriksa dan menginterogasi seseorang yang merupakan anggota DPR. Hal ini yang membuat kinerja tidak maksimal. Belum lagi persoalan kurangnya bukti atau fakta. “BK bukan bingung tapi kurang maksimal aja sebab orang bilang kok jeruk makan jeruk,” ujarnya saat ditemui detikcom kemarin.
Sutan pun juga berharap ada penelusuran untuk menangkap oknum pelaku penyebaran video itu. Menurutnya, dalam kasus ini yang perlu dikejar adalah pelaku penyebaran. Bila hal ini sudah diungkap, akan lebih mudah untuk memecahkan pelaku dalam video panas tersebut. “Iya itu juga dong. Mereka itu penjahat nyebar video kayak begituan ke publik,” katanya.
Sementara itu Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Desmond Junaidi Mahesa menyindir kinerja BK yang terkesan lamban dan mengulur-ulur waktu dalam penuntasan pelanggaran etika. Ia mengatakan persoalan video porno perlu dituntaskan namun juga tidak mengambang dan menjadi pertanyaan di mata publik.
Dia menyayangkan persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan sejak lama menjadi mengambang dan belum ada jawabannya. “Ya, harus diselesaikan dan dilihat secara seksama. Ini kan taruhannya citra DPR,” tegasnya kepada detikcom kemarin.
(brn/brn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini