Kemendikbud Soal Buku SMP di Garut: Belum Perlu Ditarik, Robek Saja

Kemendikbud Soal Buku SMP di Garut: Belum Perlu Ditarik, Robek Saja

- detikNews
Selasa, 03 Sep 2013 14:26 WIB
(Foto: Mansur Hidayat/detikcom)
Jakarta - Sejumlah guru di Kabupaten Garut, Jawa Barat, heran dan marah karena menemukan sejumlah kalimat yang tak pantas dalam tulisan buku pelajaran bahasa Indonesia kurikulum 2013 untuk siswa SMP. Kemendikbud menegaskan buku itu tak perlu ditarik, cukup dirobek saja halamannya.

"Sekarang bisa dicabut halaman itu, kan hanya lampiran 5 halaman kok. Itu buku siswa. Kami berterima kasih ini evaluasi. Bisa dirobek halamannya, tidak ada hubungan uraian di dalamnya. Hanya ingin menambah saja, guru bisa menyuruh siswa membaca cerpen lain yang pesannya sama," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Prof Dr Mahsun.

Hal itu dikatakan Mahsun menanggapi buku bahasa Indonesia SMP di Garut dalam jumpa pers di Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (3/9/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahsun menegaskan buku ini belum perlu ditarik atau direvisi. Buku ini sudah disetujui tim penilai buku ajar dari Kemendikbud.

"Tidak perlu dipersoalkan ditarik atau direvisi. Karena sejak awal Kemendikbud sudah menyiapkan program monitoring dan evaluasi jauh hari, jadi tidak perlu bicara revisi atau tarik," tutur dia.

Guru di Garut memprotes karena cerpen ini di dalamnya memuat kata 'kurang ajar', 'bangsat', 'bajingan', 'sambar geledek lu'. Menurut Mahsun, penulis cerpen ini, Muh Ali sudah memaparkan keberagaman di masyarakat. Cerpen ini diambil dari kumpulan cerpen Gerhana, dengan penerbit Pustaka Utama Graffiti yang diterbitkan di Jakarta 1996.

"Penulis sudah melihat cerpen ini menunjukkan keberagaman. Buku ini oleh penilai-penilai sudah lulus. Cerpen ini dikutip karena struktur sosial tokoh orang biasa, lurah, polisi menggambarkan keberagaman interaksi. Dialog di sini banyak menggambarkan debat diskusi yang begitu santun," jelas Mahsun.

Penulis cerpen, imbuhnya, hendak menggambarkan karakter di mana tokoh utamanya berinteraksi dengan oknum polisi dan Pak Lurah. Mahsun menambahkan, bila dalam monitoring dan evaluasi ada banyak kasus yang dikeluhkan, revisi buku dimungkinkan.

"Ini kan teks lampiran, bisa saja guru memilih teks lain. Materi lampiran ini ada pada penulis,
Kita akan melakukan revisi dengan monitoring. Saya tidak mengelak untuk direvisi. Revisinya kita tunggu monitoring ini. Nggak bisa kita ada masalah satu langsung revisi, mati dijalin kita nanti," tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, sebagian guru kaget karena ada beberapa kalimat tak pantas dalam sebuah cerpen buku pelajaran bahasa Indonesia kurikulum tahun 2013 untuk tingkat SMP. Di salah satu halaman terdapat kata-kata kasar.

Selain itu juga terdapat kalimat ancaman yang diucapkan oleh seorang polisi yang seolah-olah mencerminkan aparat kepolisian yang memiliki karakter mudah marah, gampang mengancam, suka menghardik, dan tidak mau menerima pengaduan masyarakat.

"Masih banyak lagi kalimat yang tak pantas, seperti ungkapan lubang pantat atau pantat, seharusya menggunakan kalimat yang lebih santun," ucapnya.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads