5 Fakta Menarik di Balik Lepasnya Koruptor Rp 369 M

5 Fakta Menarik di Balik Lepasnya Koruptor Rp 369 M

- detikNews
Jumat, 23 Agu 2013 11:57 WIB
5 Fakta Menarik di Balik Lepasnya Koruptor Rp 369 M
gedung MA
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengakui telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi Rp 369 miliar, Sudjiono Timan dalam kasus kredit fiktif. MA menganulir vonis 15 tahun yang dijatuhkan MA sebelumnya.

Timan dilepaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2002 lalu. Kemudian, jaksa mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh MA. Pada 3 Desember 2004, MA mengganjar Timan dengan hukuman 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti ke negara Rp 369 miliar.

Majelis kasasi dipimpin Bagir Manan dengan anggota Artidjo Alkostar, Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil, menggantikan Abdul Rahman Saleh. Di tingkat PK, majelis hakim menilai terdapat kekeliruan yang nyata dalam putusan kasasi itu, sehingga mereka melepaskan Timan dari hukuman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut adalah 5 fakta menarik di balik keputusan MA melepaskan Timan:


1. MA Beralasan Kasus ini bukan Pidana Tapi Perdata

Gedung MA (ari saputra/detikcom)
Mahkamah Agung (MA) menganulir putusannya sendiri yang menghukum Sudjiono Timan dari 15 tahun penjara menjadi lepas. MA beralasan kredit fiktif ratusan miliar rupiah tersebut bukan pidana, tetapi perdata.

"Sudjiono Timan divonis onslag atau lepas. Dia terbukti, tetapi sifatnya perdata," ketua majelis Peninjauan Kembali (PK) Suhadi pada Kamis (22/8/2013).

Suhadi menjelaskan, Timan yang merupakan pimpinan perusahaan menggunakan uang tersebut sesuai dengan kewenangannya. Uang tersebut dipinjamkan kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) pada tahun 1993, 1994, 1995, dan 1997. Perusahaan itu pun mendapat keuntungan.

"Tetapi pada tahun 1998, dia (BPUI) itu terkena krisis dan merugi. Rugi besar sehingga uang yang tadi sudah dipinjamkan itu sulit ditarik kembali. Pihak bank sulit menagih kembali. Jadi memang terbukti ada kerugian tetapi itu perdata," lanjutnya.

Karena onslag, jaksa mengajukan kasasi. Di MA, Sudjiono Timan itu dihukum karena terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. Bukan perbuatan hukum formal, akan tetapi perbuatan hukum materil material yaitu ketidakpatutan.

Proses PK yang diajukan oleh istri Timan ini diawali dengan pemeriksaan di Tingkat PN. Kesimpulan dalam pemeriksaan tersebut juga menyatakan bahwa kasus ini adalah kasus perdata. Kemudian, berkasnya diajukan ke MA.

Awalnya, perkara itu ditangani oleh tiga hakim agung. Namun karena Djoko Sarwoko telah pensiun, lalu diredistribusi dan kemudian ditangani oleh lima hakim agung.

PK tersebut akhirnya melepaskan Timan salah satunya dengan pertimbangan bahwa di dalam putusan kasasi MA (yang menghukum 15 tahun penjara) itu hanya terbukti perbuatan melawan hukum. Unsur kerugian negaranya sendiri mengacu pada judex factie (PN Jaksel).

"Padahal di judex factie (PN Jaksel) kan putusannya onslag karena perbuatan perdata. Kerugiannya belum bisa dikalkulasi berapa dan juga keuntungan yang dinikmati untuk diri sendiri (Timan) karena itu kan sifatnya pinjaman," ujarnya.

2. MA Mengabulkan PK Koruptor yang Kabur

Sudjiono Timan hingga kini masih berada dalam persembunyiannya. Bahkan dia tak perlu hadir di pengadilan, tetapi dia bisa lepas dari jerat 15 tahun penjara atas kasus korupsi Rp 369 miliar.

Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.

Dalam SEMA yang ditandatangani Ketua MA Hatta Ali itu, MA menegaskan bahwa permintaan PK kepada MA hanya dapat diajukan oleh terpidana sendiri atau ahli warisnya. Perintah MA ini didasarkan pada pasal 263 ayat 1 KUHAP.

"Permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke MA," perintah Hatta Ali dalam SEMA yang ditandatangani pada 28 Juni 2012.

Dalam kasus Timan, PK mantan bos BUMN PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) itu diajukan oleh istrinya. Meski Timan tidak pernah hadir di persidangan, majelis PK yang terdiri dari Suhadi, Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Sopian Marthabaya dan Abdul Latief melepaskan Timan.

Namun Sri Murwahyuni memilih dissenting opinion (DO) dan tetap menjatuhkan vonis 15 tahun penjara sesuai amar kasasi.

"Ibu Sri DO mempermasalahkan legal standing PK," kata Suhadi kepada detikcom, Kamis (22/8).

Legal standing yang dimaksud yaitu istri Timan tidak berhak mengajukan PK. Namun suara Sri kalah dengan 4 hakim lainnya dan Timan pun lolos dari jerat hukum. Menurut Suhadi, 4 hakim lainnya telah mempertimbangkan soal ketidakhadiran Timan tersebut.

3. Ini Dia Majelis Hakim yang Melepaskan Timan

Suhadi (ari saputra/detikcom)
Mahkamah Agung (MA) menganulir kasasi yang memvonis 15 tahun penjara bagi Sudjiono Timan. Vonis dijatuhkan oleh hakim agung Suhadi, hakim agung Dr Andi Samsan Nganro, hakim agung Sri Murwahyuni, hakim ad hoc tipikor Sophian Marthabaya dan hakim ad hoc tipikor Abdul Latif.

Berikut rekam jejak kelima hakim tersebut dalam catatan detikcom, Kamis (22/8):

1. Suhadi

Sebelum menjadi hakim agung pada 2011, Suhadi menjadi panitera MA. Sebelum menjadi panitera, dia merupakan hakim karier yang telah malang melintang di Indonesia dan sempat menjadi Ketua PN Tangerang pada 2007.

Selain sebagai hakim agung, Suhadi juga beberapa kali dipercaya MA menjadi tim seleksi hakim ad hoc tipikor.

2. Dr Andi Samsan Nganro

Andi dilantik menjadi hakim agung bersama-sama dengan Suhadi pada 4 Oktober 2011. Andi mengantongi 43 suara saat pemilihan di DPR.

Nama Andi moncer saat menghukum pengelola parkir untuk mengganti kendaraan konsumen yang hilang pada Juni 2001. Saat itu dia hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Sepak terjang Andi Samsan tidak sampai di situ. Usai memutus perkara parkir ini, dia pun memutus perkara yang menjadi tonggak perubahan hukum di Indonesia. Yaitu dibolehkannya warga negara menggugat pemerintah karena lalai atau dikenal sebagai citizen lawsuit dalam kasus TKI Nunukan.

Gugatan yang mengadopsi gugatan hukum ala Amerika Serikat menjadi perdebatan karena sebelumnya tidak dikenal di sistem hukum Eropa kontinental, seperti yang juga dianut oleh Indonesia.

Lantas Andi pindah ke PN Jaksel, lalu diangkat menjadi hakim tinggi hingga ikut seleksi hakim agung.

2. Sri Murwahyuni

Sebelum menjadi hakim agung pada November 2010, Sri Murwahyuni merupakan hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Sri lolos ke MA setelah mengantongi suara 46 suara anggota Komisi III DPR.

Usai duduk di MA, Sri ikut mengadili berbagai perkara besar. Seperti kasus penggelapan pajak Asian Agri, kasasi penggelapan 30 kontainer, PK Anggodo Widjojo, kasasi Susno Duadji, kasasi Hari Sabarno hingga kisah cinta Alter dan Jane.

Dalam kasus Timan, Sri beda pendapat dengan 4 hakim lainnnya dan tetap memvonis Timan dengan hukuman 15 tahun sesuai vonis kasasi.

4. Sophian Marthabaya

Sophian merupakan hakim ad hoc dari jalur akademisi dan dilantik menjadi hakim ad hoc di tingkat kasasi pada 2006 silam.

5. Prof Dr Abdul Latif

Abdul Latief juga sebagai hakim ad hoc dari kalangan akademisi dan dilantik pada 2010. Abdul Latief merupakan guru besar Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Abdul Latif dilantik menjadi hakim ad hoc pada 2010.

4. Dua Hakim Agung yang Melepaskan Timan Produk KY

Gedung KY
Dua hakim agung yang melepaskan tersebut, Suhadi dan Andi Samsan Nganro merupakan hakim agung produk Komisi Yudisial (KY). Menanggapi hal ini, KY masih belum bisa menyatakan dua hakim ini bersalah sebelum menemukan indikasi tidak sedap.

"Kita belum menyatakan bersalah sebelum menemukan indikasi tidak sedap," kata komisioner KY Imam Anshori Saleh kepada detikcom, Jumat (23/8/2013).

Saat seleksi di KY pada tahun 2011, Suhadi membuat panelis KY terpukau. Sebab saat menjadi Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Tangerang, Suhadi mengaku pernah menolak pemberian uang perkara dari pengacara kenamaan untuk kasus narkoba.

Suhadi juga mengaku pernah menerima gratifikasi mesin fax dari pengacara saat menjadi KPN Subang. Alasannya, saat itu pengadilannya tidak ada dana padahal kebutuhan fax sangat mendesak.

Adapun Andi Samsan Nganro memukau panelis karena putusan-putusannya progresif. Seperti soal ganti rugi kendaraan parkir yang hilang di aera parkir dan putusan citizen lawsuit. Saat itu, citizen lawsuit belum dikenal di Indonesia.

5. Hakim Agung Djoko Sarwoko Juga Sepakat Lepaskan Timan

Djoko Sarwoko (ari saputra/detikcom)
Djoko Sarwoko saat menjadi ketua majelis Sudjino Timan juga setuju melepaskan terpidana korupsi Rp 369 miliar tersebut. Namun Djoko keburu pensiun sehingga Suhadi ditunjuk menjadi ketua majelis baru.

"Saya juga setuju kalau Timan lepas," kata Djoko saat berbincang dengan detikcom, Jumat (23/8).

Saat sidang tersebut, majelis hakim peninjauan kembali (PK) yang terdiri dari lima orang deadlock karena hakim agung Sri Murwahyuni memilih tetap menghukum Timan. Lantas masuklah hakim agung Andi Samsan Nganro duduk dalam majelis dan Suhadi naik menjadi ketua majelis.

"Saya tunjuk Suhadi jadi ketua majelis karena dia yang sudah ada dalam majelis itu terlebih dahulu. Waktu itu hakim agungnya baru-baru semua," papar hakim agung yang pensiun pada 31 Desember 2012 lalu.

6. KY Terima Laporan Suap

Suparman Marzuki (ari/detikcom)
KY mencium aroma tidak sedap di balik putusan lepasnya terdakwa korupsi Sudjiono Timan oleh MA di tingkat PK. KY pun telah menerima laporan adanya dugaan suap di dalamnya.

"Ada laporan yang menyebutkan dua hal yang berbau tidak sedap dari putusan itu," kata Ketua KY Suparman Marzuki kepada detikcom, Jumat (23/8/2013).

Laporan pertama adalah pemohon PK tidak benar secara prosedural. Hal ini berdasarkan Surat Edaran MA (SEMA) No 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam perkara pidana.

"Ada larangan orang yang DPO itu mengajukan PK, ini mesti kita lihat. DPO melarikan diri mestinya kehilangan hak hukum. Orang tak mau tanggung jawab kenapa diberikan keadilan? Orang menghina pengadilan karena ketika dieksekusi kejaksaan malah kabur dan tidak ada. Tiba-tiba orang ini menggunakan hak hukumnya dan oleh MA diberikan, ini tidak benar," ujar Suparman.

Laporan kedua adalah dugaan gratifikasi dengan angka yang cukup besar di balik putusan ini. KY pun akan menindaklanjuti laporan tersebut.

"Dugaan ada suapnya, nilainya disebutkan cukup besar. Tapi kita tidak mau ini jadi bola liar. KY akan melakukan investigasi untuk membuktikan laporan ini," tutup Suparman.
Halaman 2 dari 7
(sip/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads