Direktur Pengelolaan Aset Nonproduksi PT KAI, Edi Sukmoro sebenarnya ada 21.000 meter persegi lahan milik PT KAI di kawasan Jurnatan yang dulunya adalah Stasiun itu. Kemudian pada tahun 1974 muncul kesepakatan dengan Pemkot Semarang kalau pada lahan tersebut akan dibangun halte bus.
"Sebagai gantinya Pemkot menyiapkan lahan seluas 3.700 meter persegi di Jalan WR. Supratman untuk dibangun kompleks perumahan Karyawan PJKA," kata Edi di kantor PT KAI Daop IV, Jalan Thamrin, Semarang, Senin (12/8/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terminalnya itu untuk dalam kota. Sekarang terminal busnya ternyata dibangun di kompleks Terboyo," tandasnya.
"Dan di perjalanannya, karyawan KAI membayar ke Pemkot Rp 300 ribu per meter persegi," imbuh Edi.
Lahan milik PT KAI seluas 14.940 meter persegi diantaranya saat ini sudah mendapatkan sertifikasi Hak Guna bangunan (HGB) atas nama perseorangan. Oleh sebab itu PT KAI berusaha fokus agar sertifikat HGB tidak lagi keluar di lahan seluas 3.060 yang letaknya bersebelahan karena diduga ada kesalahan dalam proses sertifikasinya.
"Penyimpangan ini diabaikan oleh BPN pada saat itu. Terbukti dengan telah diterbitkannya sertifikat HGB atas nama penghuni lahan," terangnya.
PT KAI sudah mengajukan gugatan ke PTUN setelah sebelumnya pihak swasta juga mengajukan gugatan karena ditolak saat mengajukan sertifikasi ke Kantor Pertanahan Kota Semarang. Selaku tergugat intervensi, PT KAI kalah oleh pihak swasta tahun 2011 lalu. Hingga kasasi di MA, ternyata PT KAI juga kalah.
"Kami mendapatkan surat panggilan eksekusi dari PTUN Semarang pada tanggal 15 Agustus 2013," ujarnya.
Saat ini, PT KAI masih mengupayakan permohonan penundaan eksekusi itu untuk memikirkan langkah hukum yang akan ditempuh selanjutnya.
"Eksekusinya nanti di atas meja. Dugaannya kami akan ada pengajuan sertifikasi. Kami memberitahu ke BPN untuk melakukan penjagaan di sana," ujarnya.
(alg/ndr)