Ian, 42 tahun, salah satu warga mengatakan praktik sewa anak untuk mengemis sering dilakukan antara sesama mereka saja. "Ya sama mereka - mereka juga, biasanya kalau ibunya lagi sakit atau lagi gak bisa 'dinas' tu, nah anaknya disewain," Kata Ian Kepada detikcom, Kamis (1/8) lalu.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, saat ini ada 6 ribu pengemis yang masih berusia anak-anak. Sekitar dua ribu di antaranya masih berusia di bawah lima tahun. “Mereka dieksploitasi secara ekonomi untuk mengemis dan mengamen,” kata Arist kepada detikcom, Jumat (2/8) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemanfaatan balita untuk mengemis, kara Arist dilakukan karena dianggap lebih mudah mengetuk rasa belas kasihan. Pengemis itu ada yang menyewa anak-anak, ada juga yang membawa anak kandungnya sendiri. Fenomena pengemis yang menggendong balita muncul karena faktor kemiskinan yang membuat orang tua rela menyewakan anaknya sendiri serta adanya sindikat penyewaan anak.
Arist mengaku, Komnas Perlindungan Anak giat menyuarakan agar pemerintah menindak tegas sindikat penyewaan anak untuk mengemis. Sayangnya hingga kini pemerintah masih belum bisa menangani dan mencegah praktik penyewaan bayi. “(Penyewaan balita) itu jelas-jelas kejahatan. Pemerintah yang bisa melakukan itu, tapi pemerintah kan enggak melakukan apa-apa,” kata dia.
Koordinator Konsorsium Kemiskinan Kota Wardah Hafidz mengatakan selain karena faktor kemiskinan, munculnya kasus penyewaan anak untuk mengemis juga akibat adanya sindikat. “Sindikat ini yang mengatur orang-orang itu, anak-anak kecil yang dipaksa mengemis, ditarget sehari harus dapat sekian jika tidak dipukul serta sindikat yang menyewakan bayi,” kata Wardah.
Wardah menilai masalah pengemis, khususnya bocah-bocah balita, tak pernah bisa diselesaikan karena penanganan yang dilakukan pemerintah tak tepat. “Ibarat kanker, pemerintah hanya memberi obat merah tanpa tau sudah stadium berapa,” kata dia.
(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini