Seperti tertuang dalam salinan putusan kasasi yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (2/8/2013), Jodi menandatangai sejumlah perjanjian seperti permohonan kredit dengan pihak bank. Pada Agustus 2006, Jodi berinvestasi ke PT AIM sebesar Rp 5 miliar, namun ia melakukan penarikan sebesar Rp 3 miliar.
"Kemudian terdakwa menarik Rp 1 miliar untuk kepentingan Terdakwa membeli mobil Toyota Alphard, Toyota Avanza, laptop, peralatan kantor dan sewa gedung," tulis Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam salinan putusan kasasi MA itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria berusia 44 tahun ini juga meminjam uang dari sejumlah pihak mengatasnamakan perusahaannya. Namun peminjaman uang ini tak ia catatkan dalam pembukuan perusahaan.
"Terdakwa Jodi mengeluarkan dana perusahaan sebesar Rp 450 juta sebagai pinjaman untuk PT Dapenbun Investama dan tidak pernah dikembalikan ke perusahaan," tuntut JPU.
Kemudian Jodi meminta perusahaannya mengeluarkan dana sebesar Rp 200 juta untuk membayar sewa gedung perusahaan istrinya, Eriana. Perbuatan Jodi ini berlangsung selama dua tahun. Atas perbuatannya, JPU mendakwa Jodi dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat atau UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman 10 tahun penjara.
"Akibat perbuatan terdakwa, pihak PT Eurocapital Peregrine Securitas mengalami kerugian sebesar Rp 31.909.442.000," tulis JPU. Atas dakwaan itu, JPU menuntut Jodi dengan hukuman 10 tahun penjara.
Pada 2 Agustus 2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan Jodi bersalah telah melakukan pemalsuan surat dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Hukuman ini diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 3 tahun penjara pada 25 Agustus 2011.
Jodi dan JPU tidak puas terhadap putusan itu lalu mengajukan kasasi ke MA. Apa kata MA?
"Menolak permohonan kasasi JPU dan Jody Daryanto," putus majelis hakim kasasi Djoko Sarwoko sebagai ketua dan Prof Dr Komariah E Sapardjaja serta Prof Dr Surya Jaya pada tanggal 17 Desember 2012 silam.
(vid/asp)