Hal itu diungkapkan perwakilan keluarga yaitu paman korban, Farda Nawawi Arif. Menurutnya hasil autopsi merupakan alat bukti dari saksi ahli, namun bisa diperoleh juga dari hasil visum. Oleh sebab itu keluarga menolak tegas dilakukan autopsi pada jenazah korban.
"Prosedur autopsi tidak perlu. Hal itu harus minta persetujuan seperti kalau keluarga mau dioperasi. Kalau visum silakan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan fakta, kejahatan pasti dilakukan secara teamwork. Melihat ada tiga korban. Lagi pula keponakan saya tinggi besar. Pasti ngelawan dia," tuturnya.
Sementara itu Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Kombes Pol Purwadi yang dihubungi melalui telepon mengatakan ada bekas benturan benda tumpul di kepala dan dada Yulanda. Ada juga bekas ikatan di kakinya.
"Luka bekas benda tumpul di kepala, dan dada. Luka jeratan di kaki," pungkasnya.
Dari Keterangan Forensik Dokkes Polda Jateng, dua jenazah lain yang belum diketahui identitasnya masih dilakukan autopsi sejak pukul 07.00 pagi tadi hingga saat ini. Belum diketahui pula kapan dua korban tersebut meninggal, yang pasti kedua jenazah laki-laki dewasa itu sudah mengalami mumifikasi atau pembusukan.
"Mengimbau kepada masyarakat agar melaporkan ke Polres Magelang atau Polda Jateng. (Kami) Kesulitan karena tersangkanya sudah tewas," kata Purwadi.
Yulanda Rifan ditemukan tewas dan terkubur di ladang Dusun Petung, Desa Ngemplak, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, oleh tim gabungan Polres Kabupaten Magelang dan Polda Jawa Tengah. Diduga Yolanda tewas dibunuh oleh Muhyaro, tersangka penipuan yang nekat lompat dari tebing dan menyebabkan personel Polda Jateng, AKP Yahya R Lihu, gugur. Selain jenazah Yulanda, ditemukan pula dua jenazah lain yang belum diketahui identitasnya.
Informasi dari Farda Nawawi, saat pergi menuju Magelang awal Juli lalu, Yulanda membawa uang cash lebih dari Rp 100 juta. Yulanda pergi ke Magelang untuk menagih utang ke seseorang bernama Novan.
Saat meninggalkan rumah, pihak keluarga tidak curiga. Namun saat telepon seluler korban yang merupakan dosen Arsitek Undip Semarang itu tidak bisa dihubungi, keluarga mulai khawatir dan melaporkannya ke polisi.
"Seminggu kemudian saya sempat SMS keponakan saya (Yulanda-red) pura-pura mau mentransfer uang. Ternyata ada balasan tapi bukan bahasa keponakan saya. Tidak mungkin sim cardnya diberikan orang lain, pasti ada perampasan," ujar Farda Nawawi Arif, pada Sabtu kemarin.
Tidak lama setelah dilaporkan hilang, polisi berhasil membekuk Muhyaro, tersangka penipuan dengan modus penggandaan uang. Namun saat diminta menunjukkan lokasi korban-korbannya yang hilang, Muhyaro nekat terjun ke jurang sambil menarik AKP Yahya. Keduanya jatuh hingga akhirnya tewas.
(alg/nrl)