Setiap simpatisan tidak dipaksa untuk mengikuti pengajian yang nantinya dikelompokan menjadi halaqoh. Satu kelompok pengajian biasanya berisi 10 sampai 15 orang. Pengajian ini dilakukan dengan waktu yang ditentukan secara bergilir. Kadang di rumah murabbi (pembimbing) atau mutarabbi (yang dibimbing). Biasanya dalam proses pencarian calon simpatisan, lokasi yang biasa digunakan adalah masjid atau kampus.
Ada juga melalui rekomendasi teman pengajian yang sudah lebih dulu bergabung. “Tarbiyah atau liqo kan bisa bentuk pola pikir seseorang bagus atau tidak. Murabbi itu bisa ngelihat dan ketahuan kan kualitas yang mau masuk,” kata seorang simpatisan PKS dari Duren Sawit, Jakarta Timur, Albi Irwan kepada Detik, kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk jenjang di level Dewan Pengurus Daerah (DPD) juga begitu. Selain itu, dengan latar belakang punya banyak binaan serta relasi, juga menjadi modal lain bagi seorang simpatisan untuk menjadi pengurus di tingkat kepengurusan yang tinggi. “Jadi, enggak ada itu yang namanya duit dan tidak asal comot saja. Kami masuk liqo juga enggak dipungut uang. Niat awal saya tulus hanya ingin mendalami agama,” ujarnya.
Agar simpatisan solid, biasanya setiap pengurus tingkat ranting juga punya beberapa agenda rutin seperti senam bersama sepekan sekali pada hari libur. Senam ini juga ada pembagian untuk ikhwan (pria) dan akhwat (perempuan). Kegiatan senam ini tergantung kepengurusan di setiap daerah karena tidak semua tingkat ranting atau DPC menetapkan senam bersama sebagai agenda rutin. Namun, selama bulan Ramadan agenda senam bersama ini diliburkan sementara.
Untuk santunan, biasanya juga dilakukan secara rutin dengan waktu tertentu. Biasanya momen tertentu seperti Idul Adha, Idul Fitri, hingga 10 Muharram menjadi agenda khusus untuk memberikan santunan. Begitupun saat bulan Ramadan, pengurus biasanya juga lebih aktif menggelar kegiatan bakti sosial. “Selain santunan, nanti sore di perempatan BKT, depan McDonald's ada bagi-bagi takjil on the road,” kata pria yang juga karyawan swasta ini.
Hal senada dilontarkan simpatisan PKS dari Kramat Jati, Jakarta Timur, Ihsan, 29. Menurut dia, dalam proses pengkaderan, PKS punya metode tersendiri dan tidak asal comot. Ia juga mengatakan dalam pengkaderan tidak selamanya berasal dari organisasi kampus seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
Ia menegaskan PKS sudah tidak identik dengan KAMMI lagi karena dari struktur organisasi juga tidak ada. Meski dari sejarah berdirinya memang tidak bisa dibantah kalau PKS punya kaitan dengan KAMMI. “Di kampus, kami punya cara. Enggak harus dari KAMMI. Ini yang mesti dipertahankan dan bagus kualitas simpatisan dalam setiap liqo,” ujarnya.
(brn/)