Selain itu, Yayasan Supersemar juga harus mengembalikan USD 315 juta atas dana yayasan yang bocor sejak 1975 hingga Soeharto lengser.
Menurut psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, kesalahan ketik itu menyimpang dari masukan New Empiricism. Masukan tersebut berupa penanam sains dan statistik kepada seorang ahli hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahli psikologi forensik pertama di Indonesia ini menambahkan kasus ini menunjukkan kemampuan para hakim dan panitera yang menomorduakan proses angka. Berbeda dengan proses penyusunan kata yang sangat teratur dalam salinan putusan.
"Dengan kata lain, memproses angka secara kognitif bukan merupakan respon dominan mereka," ujar Reza.
Reza pun berkesimpulan masalah ini bukanlah masalah integritas melainkan kemampuan intelektual. Ia juga enggan berkomentar terkait dugaan lainnya disangkutkan pada kasus ini.
"Kalau dibawa ke teori konspirasi, saya angkat tangan," ujar Reza mengakhiri.
Dalam gugatannya, jaksa menggugat Yayasan Supersemar mengembalikan USD 420 juta dan Rp 185 miliar. Namun dalam amar putusan, majelis hakim yang terdiri dari Harifin Tumpa, Dirwoto dan Rehngena Purba menghukum Yayasan Supersemar mengembalikan 75 persen dari USD 420 juta dan 75 persen dari Rp 185 juta.
(vid/asp)