Ini Pandangan 3 Hakim Agung Nonkarier Soal Pembuktian Terbalik

Ini Pandangan 3 Hakim Agung Nonkarier Soal Pembuktian Terbalik

- detikNews
Kamis, 18 Jul 2013 13:28 WIB
Ini Pandangan 3 Hakim Agung Nonkarier Soal Pembuktian Terbalik
Gedung MA (ari saputra/detikcom)
Jakarta - 3 Hakim agung dari jalur nonkarier saling tukar pendapat soal pembuktian terbalik. Mereka yaitu Gayus Lumbuun, Surya Jaya dan Andi Abu Ayyub.

Diskusi yang digelar di Ruang Wiryono, gedung Mahkamah Agung (MA), Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (18/7/2013) merupakan diskusi kedua yang digelar Chamber Pidana. Mengambil tema tentang pembuktian terbalik, diksusi juga diikuti oleh para hakim agung yang khusus mengadili perkara-perkara pidana, juga hadir perwakilan dari kejaksaan, BPK, Polri dan LSM.

Pada diskusi pertama yang digelar dua pekan lalu, chamber pidana MA mengambil tema tentang pidana uang pengganti. Selain chamber pidana, MA juga memiliki 4 chamber lainnya yaitu perdata, militer, agama dan tata usaha negara (TUN).

1. Hakim Agung Gayus Lumbuun

Gayus Lumbuun (ari/detikcom)
Prof Dr Gayus Lumbuun mengkritisi pembuktian terbalik tidak melulu diterapkan kepada kasus pencucian uang dan korupsi semata. Guru Besar Universitas Krisnadwipayana ini menggagas kasus pembuktian terbalik juga diterapkan di berbagai tindak pidana lain yang relevan.

"Yang saya ketahui wewenang pembuktian terbalik ini pada sekian uu saja, tipikor, tppu, itu saja. Kemungkinan ada lagi yang lain. Kalau memang ini bermanfaat, ya masuk di hukum acara sehingga semua penegak hukum bisa menggunakan itu," kata Gayus.

Pembuktian terbalik juga menjali problema saat disandingkan dengan kasus pencucian uang. Apakah kasus pidana pencucian uang harus berdiri sendiri atau harus menempel pada pidana lain. Mantan anggota DPR ini menilai perlu melakukan penguatan dalam aturan dengan merevisi UU.

"Apakah boleh menempelkan begitu saja, tanpa alat bukti yang sah. Apakah negara kita-kita betul memberikan kekuatan pada monokrasi? Kejahatan extraordinary crime memang perlu perlakuan khusus, tapi tidak hanya pada penegak hukumnya saja, tapi juga UU," ujar Gayus.

2. Hakim Agung Surya Jaya

Surya Jaya (rachman/detikcom)
Prof Dr Surya Jaya menyoroti korelasi kasus pencucian uang dengan pidana yang selalu menempel dengan pidana lain. Surya mempertanyakan apakan kasus pencucian uang bisa berdiri sendiri.

"Artinya kita menghukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) padahal tindak pidana utamanya belum ada. Ini problematika berkaitan dengan predikatnya tadi," papar Surya.

Dalam kasus pencucian uang, pembuktian terbalik hanya berlaku pada asal-usul harta kekayaan terdakwa.

"Jadi memang harus di-clear-kan, apakah TPPU berdiri sendiri atau tidak. Kalau berdiri sendiri TPPU itu hanya berlaku terhadap harta dan tidak berlaku terhadap Actus Reus," ujar Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar ini.

"Itu tidak melanggar hak, tapi kalau in yang kita pakai, kita merevisi ini," papar Surya.

Menurut Surya, UU TPPU lebih baik dibandingkan UU lain. Sebab tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana utama yang menjadi sebab utama adanya pencucian yang itu (actus reus).

"Itu kelebihan UU TPPU, sistemnya jauh lebih baik karena tidak membuktikan actus reus.

3. Hakim Agung Andi Ayub Saleh

Gedung MA (ari saputra/detikcom)
Dr Andi menyatakan pembuktian terbalik adalah hukum acara, bukan hukum materil. Dia mempertanyakan sejak kapan pembuktian terbalik ini dilakukan.

"Ini hukum acara. Jadi beban pembuktian terbalik tidak ada hubungannya dengan material," papar dosen Universitas Hasanuddin Makassar ini.

Andi menilai pembuktian terbalik bisa disalahgunakan oleh aparat penegak hukum, bahkan bisa terjadi pemerasa.

"Yang dikenai itu sistem beban pembuktian terbalik. Bukan beban pembalikan pembuktian. Sejak diletakan pembuktian terbalik terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan polisi dan jaksa. Itu dia tawar menawar, jadi beban pembuktian terbalik itu penyitaan," ucap Andi.

Khusus masalah korupsi, bagaimana jika unsur melawan hukumnya tidak terbukti dan menghitung kerugian negara yang diderita. Dalam kasus ini, Andi menyatakan, "Beban pembuktian terbalik itu di penyidikan bukan di persidangan."

Adapun untuk kasus korupsi yang kerugiannya sudah bisa dihitung, maka semua pembuktian terbalik dilakukan di persidangan.

"Jadi silakan penyidik menyita, kemudian kewenangan terdakwa kalau itu bukan atau iya. Bukan pembalik pembuktian. Tidak ada hubungannya dengan korupsi atau tidak," papar Andi yang menjadi hakim agung sejak 2008 lalu.
Halaman 2 dari 4
(vid/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads