Salah satu pemilik usaha layar tancap di kawasan Depok, Janim, mengaku, jasa penyewaan layar tancap terus mengikuti perkembangan zaman, termasuk soal harga sewa. Bila dulu awalnya cuma Rp 35 ribu per malam kini mencapai jutaan rupiah.
"Saya ikut keliling muter dari hajatan satu ke hajatan lainnya itu tahun 1973. Waktu itu masih Rp 35 ribu per malam," ujar Janim saat diwawancarai detikcom di rumahnya kawasan Cilangkap, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (17/7/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tergantung judulnya, standar Rp 700 ribu, Rp 800 ribu, tapi tergantung jarak juga, kemarin main di Kuningan bisa Rp 1,5 juta, tapi bisa empat film," ujar pria yang sudah terjun ke dunia film sejak kelas 2 SD itu.
Judul film penting diperhitungkan karena ia juga harus menyewa film tersebut kepada pusat bioskop penyedia film untuk layar tancap di kawasan Sawangan. Satu judul bisa dihargai sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribuan tergantung filmnya. Biasanya, kalau film lama lebih murah daripada yang terbaru.
Soal arak tempuh menjadi pertimbangan dikarenakan transportasi kurang memadai. Janim mengaku kalau saat ini belum memiliki mobil pribadi untuk mengangkut alat pemutar film.
Oleh karena itu, ia masih melakukan penyewaan mobil sehingga butuh biaya tambahan. Belum lagi ditambah bayaran untuk dua asisten yang bekerja dengannya. Alasan itulah yang membuat tarifnya cukup mahal ketika mendapat tawaran di luar kota.
"Saya sebenarnya capek kalau jauh-jauh, memang pendapatannya lumayan tapi kadang habis buat nyewa mobil. Kayak nanti saya main di Wonosobo minta Rp 6 juta, mereka menyanggupi, tapi belum apa-apa saya sudah habis Rp 800 ribu buat survei," keluh bapak dua anak ini.
Janim kerapkali mendapat panggilan dari berbagai daerah selain Jabodetabek, seperti Banten, Bandung, Wonosobo, Riau, sampai Sulawesi. Namun tidak semua tawaran diterima olehnya. Terkadang risiko membawa peralatan ke tempat tujuan juga menjadi faktor pertimbangan.
Pria yang pernah bekerja di pabrik obat-obatan itu mengaku pernah menolak bayaran mahal karena risiko peralatannya rusak jika dibawa terlalu jauh.
"Belum lama saya dapat tawaran dari Sulawesi tapi saya nggak mau biar ditawar Rp 10 juta dan biaya pesawat ditanggung pihak sana. Saya ngeri takutnya alatnya dikardusin pas masuk pesawat bisa hancur, ribet saya," tuturnya polos.
Janim merupakan pria yang mencintai dunia perfilman hingga saat ini. Ia mengaku senang menjalani profesinya saat ini walaupun memiliki penghasilan yang tidak tetap. Janim mengaku keuntungan dari usaha layar tancap tidak seberapa, kebanyakan habis karena harus membeli atau memperbaiki alat-alatnya.
"Habis mulu, buat beli peralatan, mesin, lampunya saja mahal Rp 550 ribu per biji. Belum buat sewa mobil, film, bayar anak buah, rokok, bensin, nggak kelihatan habisnya," tutup Janim.
(aln/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini