Saat detikcom berkunjung ke sanggar itu, Jumat (5/7/2013) beberapa anak terlihat menonton televisi. Ada juga yang sedang membaca buku dan bermain komputer. Lingkungan di sekitar sanggar itu juga tampak asri. Sore hari atau di saat libur, sanggar ini akan ramai.
Sanggar HPPL ada di pinggir rel deket Tugu Proklamasi. Sanggar ini dibangun tahun 2009 di tanah seluas 500 meter milik PT KAI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring waktu berjalan, usaha positif Sabda dan temannya mendapat respon warga. Ada yang menyumbang buku, uang, bahkan kadang mengirim gorengan.
"Mereka malah senang kalau anaknya main di sini. Makanya kalau ada kegiatan kita didukung warga," imbuhnya.
Sabda bersyukur setelah ada penyaluran ke arah positif, tak ada laagi tawuran dan narkoba. Selain sanggar bermain, HPPL juga mengembangkan taman tanaman obat dan bank sampah.
"Dulu pernah ada orang bule ngajar bahasa Inggris di sini. Cuma sekarang lagi nggak dulu karena kesibukannya. Ya kita mah maklumin, orang kita juga nggak bayar dia, dia yang datang sendiri," urainya.
HPPL berjalan dengan dana swadaya masyarakat. Tak ada sumbangan dari Pemprov DKI. "Mereka datang ke sini kalo ada maunya saja. Saya juga nggak pernah kasih proposal segala macam. Selain birokrasinya yang ribet, kita juga nggak mau neko-neko. Sudah lah, HPPL begini saja. Banyak yang ngasih uang gitu, cuma kita nggak mau. Bukannya munafik, kita juga perlu uang, tapi kita lebih terima barang daripada uang," ungkapnya.
Sabda dan rekan-rekannya masih punya mimpi soal sanggar HPPL ini. Dia ingin, mewujudkan daerahnya menjadi kampung bahasa seperti di Malang.
"Bagus tuh di sana. Setiap hari pakai bahasa Inggris, ada gurunya. Mungkin nanti ya abis lebaran kita coba ngobrol dulu sama pengajarnya," tutur Sabda yang juga guru SD di Jl Surabaya ini.
(ndr/ndr)