Asep bertugas mengawasi parkir di Jalan Juanda, dekat Halte TransJ Pecenongan. Sebagai tukang parkir resmi berseragam kemeja biru, Asep mendapat jatah dua bundel karcis dari pemerintah setempat setiap minggunya. Karcis tersebut sesuai aturan harus diberikan kepada pengguna jasa parkir sebagai bukti.
"Saya punya karcisnya. Kalau diminta saya kasih kalau eggak ya enggak dikasih, tergantung pengemudinya," kata Asep kepada detikcom di depan restoran padang Sari Bundo kepada detikcom, Rabu (3/7/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya yang minta karcis itu sopir-sopir (kantor/pribadi) karena untuk diganti. Kalau (pemilik) mobil pribadi enggak minta," ucap Asep.
Setiap hari dia harus menyetor Rp 30 ribu ke petugas yang berseragam Pemda. Selain itu dia juga memberikan setoran Rp 50 ribu ke 'pemilik lapak', orang yang menguasai wilayah setempat.
"Penghasilan bersih kalau ramai Rp 90 ribu per hari," kata Asep.
Karcis parkir berwarna oranye itu terdapat tulisan Unit Pengelola Parkir Dinas Perhubungan Pemerintan Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan Perda no. 1 tahun 2008 ditetapkan tarif sebesar Rp 1.500 untuk satu kali parkir. Retribusi parkir tepi jalan umum adalah pungutan daerah sebagai pembayaran parkir di tepi jalan yang disediakan oleh pemrov. Pemakai jasa yang tidak dapat menunjukkan jasa pemakaian retribusi akan dikenakan denda lima kali lipat dari biaya parkir. Kehilangan dan kerusakan kendaraan berserta isinya adalah risiko pemilik sendiri.
Pemprov DKI Jakarta berencana merevitalisasi parkir dengan membuka tender investasi. Pemprov DKI Jakarta hanya meminta 30% dari bagi hasil parkirnya. Sisanya sebanyak 70% digunakan digunakan biaya operasional dan menggaji para juru parkir. Dengan komponen gaji, bonus dan insentif, tukang parkir resmi itu bisa mengantongi take home pay Rp 3 - 4 juta/bulan.
(slm/nrl)