Perhelatan SOM III APEC di Medan kali ini cukup unik. Selain pembahasan soal substansi yang mulai memanas sebelum sampai pada tingkat Menteri di Bali mendatang, Pemerintah Kota (Pemko) Medan rupanya jeli memanfaatkan peluang. Para peserta sidang disiapkan 20 betor untuk mondar-mandir di empat hotel berbintang, tempat negosiasi berlangsung.
Para peserta sidangpun merasa terbantu sekali dengan betor ini. Maklumlah, moda transportasi itu cukup lincah dalam menembus kota Medan yang kadang terlihat padat merayap. Betor siap siat-siut mencari ruang sempit dan menyelinap di antara ratusan kendaraan agar bisa mencapai tujuan dengan cepat. Di tiap hotel, sebanyak 5 betor ngetem dari pagi hari hingga tengah malam. Dengan pakaian batik, para pengemudi betor ini siap mengantar peserta sidang menuju tempat-tempat yang diinginkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suprapto sendiri awalnya adalah seorang penarik becak. Namun seiring berkembangnya zaman dan dirinya makin tua, maka ia kemudian menekuni menarik betor. โSenang juga narik betor. Tidak terlalu capek dan pendapatannya lumayan,โ ujarnya.
Di Medan terdapat ribuan bentor yang berseliweran setiap waktu. Rata-rata, betor yang ada saat ini sudah modern dan digandengkan dengan motor merk tertentu. Betor yang berpelat kuning tersebut harga barunya dibanderol antara lima belas hingga tujuh belas juta rupiah. Kalau motornya dari China lebih murah dari motor buatan India. Sejauh ini, tidak terlihat becak yang menggunakan motor dari Jepang. Mungkin harganya lebih mahal.
Seorang penarik betor, setiap harinya bisa meraup kisaran Rp 100 ribu. Kalau dikurangi dengan bensin plus makan, maka bersih bisa dikantongi Rp 70 ribu. Apakah semua masuk kantong sang penarik? Belum tentu. Kalau betor didapat dari menyewa maka sang penarik harus menyetor setiap hari tiga puluh ribu rupiah. Jadi yang bisa dibawa pulang yah pada kisaran Rp 40 ribu setiap hari.
Riwanto, seorang penarik betor dengan pengalaman 3 tahun menyatakan, dirinya merasa beruntung diminta Pemko Medan untuk ikut dalam perhelatan APEC. Dalam sehari, ia mengaku dibayar Rp 125 ribu, atau sedikit di atas rata-rata pendapatan umum. "Tidak perlu mondar-mandi cari penumpang. Selain itu, kita juga dapat baju seragam batik," ujarnya sambil terkekeh.
Meskipun naik betor terasa nyaman karena hempasan angin yang semilir, Riwanto menasihati para penumpangnya untuk berhati-hati. Sang penumpang disarankan untuk menaruh barangnya di sisi kanan atau dekat pengendara sehingga ada jarak tertentu dengan kendaraan umum lainnya. Bahkan, kalaupun harus menelepon diminta untuk memakai kuping sisi kanan. Maklumlah, ada beberapa kasus, penumpang betor (bukan peserta sidang APEC) yang hapenya tiba-tiba melayang ketika sedang digunakan. Ada saja pengendara lain yang mengincar telepon genggam hingga barang bawaan.
Secara umum, naik betor di Medan menyenangkan. Kemana pun pergi, biaya betor relatif terjangkau. Dalam jarak 2-3 km, penumpang biasanya dikenakan biaya Rp 5 ribu. Bahkan, kalau bisa pandai negosiasi, harganya bisa 'damai' dan sama-sama senang. "Kami tidak mematok harga kok. Kalau lagi sepi, penarik betor tidak jual mahal," kata Suprapto.
So, jangan lupa kalau ke Medan mencoba naik betor. Meski murah meriah dan terasa semilir, tetaplah berhati-hati agar pelancongan Anda tidak ternodai.
*) M. Aji Surya, delegasi SOM III APEC
(asy/asy)