Putri Ayah yang Niat Jual Ginjal untuk Tebus Ijazah Tak Kelarkan S1

Putri Ayah yang Niat Jual Ginjal untuk Tebus Ijazah Tak Kelarkan S1

- detikNews
Rabu, 26 Jun 2013 19:02 WIB
(Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Sugiyanto, seorang ayah yang berniat menjual ginjal demi menebus ijazah putrinya, Shara Meilanda Ayu, senilai Rp 17 juta tak habis pikir. Putrinya yang sempat meneruskan jenjang S1 di Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Ashriyyah, Parung, Bogor protol di tengah jalan hingga ijazahnya ditahan.

"Ayu lulus SMA tahun kemarin, ini sudah setahun sempat mengkiuti perkuliahannya di sana juga. Ada SMA, ada perguruan tingginya. Karena ada prahara di Pondok itu, Ayu bersama kawan-kawannya keluar. Ratusan itu, banyak yang meminta ijazah karena mau meneruskan saja sekolah di luar," ujar Sugiyanto yang dihubungi detikcom, Rabu (26/6/2013).

Sugiyanto tak menjelaskan prahara apa yang melanda Pondok Pesantren itu. Yang jelas, setelah pendiri Pondok, Habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abi Bakar bin Salim, wafat, istrinya, Umi Waheeda yang meneruskan. Nah ada kebijakan berbeda yang diterapkan Umi sepeninggal Abah, panggilan akrab Habib Saggaf, wafat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari awal, pemilik pondok menjelaskan nggak ada biaya, semuanya gratis, lulus sampai sarjana. Abah nggak ada (wafat) sekitar 2 tahun lalu, lalu Umi membuat aturan sendiri bahwa siapa yang mau ambil ijazah harus ambil tebus Rp 17 juta," kata penjahit beranak 5 ini.

Dia juga sempat dimintai biaya administrasi Rp 20 ribu per hari selama anaknya bersekolah di Pondok itu, yakni 7 tahun. Namun, menurutnya, ketika dirinya mengadu ke Komnas HAM 3 bulan lalu, pihak Pondok menghilangkan syarat harus membayar Rp 20 ribu itu.

"Bagi yang mau ambil bisa foto kopinya legalisir, uang Rp 20 ribu tadi ditiadakan," jelas pria yang istrinya sudah meninggal 12 tahun lalu ini.

Sugiyanto yang meminta Komnas HAM menjadi mediator dengan sekolah pun belum mendapatkan hasil. Dia berharap Ayu bisa melanjutkan sekolah kembali dan mendapatkan ijazah.

Maklum, penghasilannya sebagai penjahit tak tentu, namun rata-rata berkisar Rp 2,5 juta per bulan, untuk menghidupi kelima anaknya yang sudah piatu. Ayu adalah anak kedua. Kakak dan adik Ayu laki-laki, tak sekolah karena membantu ayahnya bekerja. Sedangkan 2 anaknya yang paling kecil, perempuan semua, masih sekolah, tinggal di kampung bersama orang tua Sugiyanto di Purwodadi, Jawa Tengah.

"Adiknya maksain nggak sekolah biar nyari duit sendiri, bilang biar Mbak Ayu saja yang sekolah. Harapan saya seperti semula, saya tetap menyekolahkan Ayu dengan semangat tinggi untuk belajar mendapatkan ijazah. Bagaimanapun juga dia anak yang saya harapkan meneruskan cita-citanya, paling tidak ingin kuliah, bukan cita-cita yang bagaimana," jelas Sugiyanto.

(nwk/asy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads