Aksi itu dilakukan seusai sidang dengan terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik di ruang sidang utama. Serombongan massa dengan mengusung sebuah replika keranda mayat dibalut kain putih memasuki halaman gedung Dilmil II/11 Yogyakarta.
Keranda mayat yang diusung beberapa orang berseragam FKPPI itu masih dibiarkan lolos oleh polisi militer yang berjaga-jaga. Saat keranda diletakkan di halaman, beberapa orang yang membawa bunga setaman langsung menaburkan bunga di atas keranda. Keranda tersebut bertuliskan 'keadilan tak boleh mati'. Dua orang memegang poster dibelakang keranda bertuliskan 'dalam kasus Cebongan TNI berjiwa korsa dan bukan pembunuhan berencana'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keranda kemudian ikut dibawa keluar dan ditaruh di depan tulisan gedung Dilmil II/11 Yogyakarta. Massa pun melanjutkan aksi orasinya.
Dalam orasinya, koordinator aksi, Husein mengatakan dalam kasus Cebongan pihaknya menolak dakwaan oditur militer tentang pembunuhan berencana yakni pasal 380 KUHP. Sebab mereka bertindak atas jiwa korsa kesatuan dan anggotanya.
"12 prajurit Kopassus itu telah berjasa memberantas premanisme dan tindakan kriminal di Yogyakarta. Biar pelaku kejahatan jera," katanya.
Selain itu, mereka juga menyerukan agar majelis hakim menolak rekomendasi Komnas HAM dan LPSK untuk melakukan video conference bagi saksi-saksi kasus Cebongan.
Seusai berorasi, massa kemudian membubarkan diri. Mobil dan keranda mayat tetap dibiarkan di depan gedung. Saat sidang kedua dengan terdakwa lima orang yakni Sertu Tri Juwanto, Sertu Martinus Roberto Pualus benani, Sertu Suprapto, Sertu Anjar Rahmanto dan Sertu Herman Siswoyo dimulai, mereka berbaur dengan pengunjung dan ormas lain yang menyaksikan jalannya sidang dari televisi di sekitar gedung sidang.
(bgs/try)