Kamis (20/6/2013) siang rupanya museum sedang dalam keadaan sepi pengunjung. Hanya ada seorang petugas keamanan yang menjaga gerbang masuk dan empat orang pengurus museum. Masalah biaya, kita cukup merogoh Rp 5.000 untuk dapat masuk ke dalam museum bercat putih dan kuning itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah dibeli MH Thamrin, kemudian dihibahkan untuk yang tergabung dalam organisasi Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tahun 1928," tuturnya.
Anggota PPPKI merupakan tokoh kebangsaan yang sering mengadakan rapat di tempat tersebut untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Selain itu di gedung yang diresmikan tahun 1986 ini juga lahir konsep lagu Indonesia Raya oleh WR Supratman pada tahun 1928.
"Tahun 1972, museum ini ditetapkan sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi undang-undang monumen," lanjutnya.
Untuy menambahkan, sejauh ini tak banyak dilakukan renovasi dari bangunan awalnya. Jendela, genteng, hingga pintu masih relatif sama, dan hanya diperbaiki yang memang sudah rapuh.
Aktivitas MH Thamrin semaja menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad) juga saat mendukung tim sepak bola pribumi masih bisa disaksikan.
MH Thamrin (di tengah memakai peci) bersama anggota Dewan lainnya.
Ada pula radio kuno yang dipakai MH Thamrin mendengarkan siaran berita radio dari dalam maupun dari luar negeri.

Blangkon gaya Surakarta yang dipakai MH Thamrin pada Kongres PPPKI juga masih tersimpan rapi di dalam kotak kaca.

Hingga kereta jenazah saat MH Thamrin wafat pada 11 Januari 1941 yang membawanya ke peristirahatan terakhir di TPU Karet Bivak juga ada.
Untuy juga menceritakan zaman dulu di sekitar museum bukanlah pemukiman padat penduduk seperti saat ini. Namun banyak sekali ditemukan pohon kenari. Hampir di sepanjang jalan hingga pintu masuk museum berderet pohon berkayu itu.
"Itu juga kenapa dinamakan Jalan Kenari. Mulai banyak pembangunan itu di awal atau pertengahan tahun 90-an, hingga saat ini," tambahnya.
(nwk/nrl)