Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap kenaikan BBM, mayoritas publik cenderung menolak. Lalu jika terjadi kenaikan harga, Partai Demokrat dan Presiden menjadi pihak yang paling disalahkan oleh masyarakat.
Survei yang dilakukan oleh LSI terhadap 1.200 responden menanyakan 'Seandainya harga Bahan Bakar Minyak (Bensin Premium) naik. Siapa pihak yang anda paling salahkan karena mendorong kenaikan harga BBM ?'. Berikut hasil surveinya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden : 44.52 %
DPR : 26.03 %
Menteri ESDM : 7.88 %
Menteri Keuangan : 3.08 %
Lainnya : 3.42 %
Tidak Tahu atau Tidak Jawab : 15.07 %
Partai politik yang disalahkan publik :
Partai Demokrat : 58.62 %
Partai Lainnya : 15.52 %
Tidak tahu atau tidak jawab : 25.86%
"Tanpa SBY mengumumkan kenaikan harga BBM, SBY tetap disalahkan oleh publik sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kenaikan harga BBM," ujar pengamat LSI, Adjie Alfaraby saat konferensi pers survei penolakan kenaikan harga BBM, di Kantor LSI, Minggu (23/6/2013).
Adjie mengatakan, selain Presiden, masyarakat yang disurvei juga menyalahkan DPR atas kenaikan harga BBM.
"Kedua belah pihak ini dianggap publik sebagai penanggung jawab utama terhadap kebijakan naik turunnya harga BBM," imbuhnya.
Sementara publik akan cenderung menyalahkan partai politik yang ikut bertanggung jawab dalam kebijakan kenaikan BBM melalui fraksi atau anggota di parlemennya. Menurutnya, sebanyak 58,62% menyalahkan Partai Demokrat.
"Meski partai koalisi pemerintah lainnya seperti Golkar, PPP, PAN, dan PKB) kecuali PKS, ikut mendukung naiknya BBM, namun rata-rata di bawah 15% publik menyalahkan mereka," imbuhnya.
Adjie mengatakan penilaian ini merupakan suatu hal yang logis, mengingat Partai Demokrat adalah partai yang berkuasa.
"Dengan Ketum Demokrat adalah seorang presiden, meski semua partai politik minus PKS yang berkoalisi, pemerintah mendukung kenaikan BBM, namun tumpuan kemarahan tetap mengarah ke Partai Demokrat," tandasnya.
Memang sebelum mengambil kebijakan kenaikan harga BBM, SBY menyadari langkah ini tidak populis. SBY menyatakan siap dikritik demi menyelamatkan keuangan negara. SBY juga menyampaikan langkah ini ditempuh agar tidak membebani presiden Indonesia berikutnya.
(edo/trq)