Berikut hasil survei LSI:
Partai Oposisi Pemerintah
1. PDIP : 88.69 %
2. Hanura : 85.88 %
3. Gerindra : 80.33 %
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. PKB : 85.65 %
2. PKS : 82.56 %
3. PPP : 82.56 %
4. Golkar : 80.81 %
5. Demokrat : 70.56 %
6. Pan : 66.21 %
"Ini juga hal yang ironis karena kebijakan pemerintah tidak hanya tak didukung oleh publik, tetapi juga mereka yang mengambil keputusan saat voting di DPR Kenaikan harga BBM," ujar Pengamat LSI, Adjie Alfaraby.
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers 'Hasil Survey Kebijakan BBM, BLSM, dan Efek Elektoralnya', di Kantor LSI, Jl Pemuda, Rawamangun, Minggu (23/6/2013).
Dia mengatakan isu kenaikan BBM merupakan isu lama yang dari dulu selalu dimainkan. Menurutnya meski elite-elite partai mendukung, namun tidak dengan anggotanya.
"Walaupun elite partai kita rata-rata mendukung kenaikan BBM, namun ada juga yang menolak kenaikan harga BBM," ujarnya.
Adjie mengatakan terlepas dari argumentasi ekonomi, kebijakan naik turunnya BBM tak lepas dari motivasi dan manuver pencitraan pemerintah maupun partai politik di DPR.
"Mereka menyadari bahwa politik naik turunnya BBM dan kompensasinya berhubungan langsung dengan naik turun pamor dan dukungan publik terhadap tokoh atau partai politik," tuturnya.
LSI mencatat, hasil survei kepada masyarakat terhadap penolakan kenaikan harga BBM selalu tinggi. Berikut hasil survei penolakan kenaikan harga bbm dari tahun 2005, 2008, 2012 dan 2013:
Agustus 2005 : 82.3% Tolak Kenaikan BBM.
Mei 2008 : 75.1% Tolak Kenaikan BBM.
Maret 2012 : 86.6 % Tolak Kenaikan BBM.
Juni 2013 : 79.21 % Tolak Kenaikan BBM.
"Jika dibandingkan dengan tahun lalu hasil survei yang menolak kenaikan BBM terjadi penurunan, namun tidak terlalu jauh," tutur Adjie.
"Kebijakan kenaikan BBM adalah program pemerintah yang selalu mendapat penolakan besar dari publik," imbuhnya.
Survei dilakukan LSI pada 18-20 Juni 2013. Survei ini melibatkan 1.220 responden dengan margin error 2,9%.
(edo/trq)